Langsung ke konten utama

Islam itu Menyelamatkan

 



Berita utama akhir Maret ini diramaikan dengan peristiwa ledakan bom di depan Gereja Katedral, Makassar. Kabar ini tersebar dengan cepat, begitupun rekam jejaknya yang tersebar dalam bentuk gambar dan video. Seperti biasa isu terorisme dan radikalisme kembali naik ke permukaan. Penampilan pria berjanggut dan perempuan bercadar jadi bahan pembicaraan. Isu diarahkan pada penampilan, seolah identitas mempresentasikan segalanya.

Tahun 2017 para ulama dan intelektual Islam dan Kristen mengadakan konferensi yang menyatakan bahwa setiap pengikut agama Islam dan Kristen dapat berdampingan hidup dalam harmoni. Sekaligus menguatkan juga kepada seluruh pihak agar tidak menghubungkan terorisme dengan agama. Tentu setelah pengalaman sebelumnya yang menghasilkan kegaduhan di tengah masyarakat dunia akibat dari identitas teroris.

Beberapa dekade ke belakang umat Islam menerima tuduhan fundamentalis, radikalis, teroris dan sebagainya. Begitulah terus tuduhan itu menyebar ke seluruh penjuru dunia, lebih mengkhawatirkan kalau harus menggenaralisir semuanya. Padahal Islam itu sendiri memiliki definisi yang bertolak belakang dengan tuduhan yang ada.

Dari kata dasar yang terdiri dari tiga huruf “sin”, “lam” dan “mim”, muncullah beberapa definisi. Diantaranya Islam berasa dari kata aslama yang terbentuk dari kata salima artinya selamat dan menyelamatkan. Artinya, orang yang memeluk Islam, hidupnya akan selamat karena menyelamatkan dirinya dari perbuatan jahat dan menyelamatkan orang lain dari kejahatan dirinya atau kejahatan orang lain.

Bahkan dari bentukan kata tersebut, terbentuk sallama yang berarti menyelamatkan orang lain. Kata salam sendiri berarti selamat, damai, aman dan sentosa. Jika kita muslim sudah seharusnya kehidupan kita akan damai dan sejahtera. Lebih dari itu, seorang muslim dibebankan untuk menyampaikan kedamaian dan keselamatan bagi manusia di seluruh penjuru muka bumi.

Dalam arti lain, Islam juga disebut dengan tunduk dan patuh. Definisi ini tidak hanya berlaku untuk manusia, namun untuk seluruh benda mati yang sejatinya ikut berislam. Alam ini tunduk dan patuh dengan hukum alam yang dibuat oleh Sang Pencipta. “…segala apa yang di langit dan di bumi itu tunduk kepada-Nya, baik dengan suka maupun terpaksa dan hanya kepada Allah mereka dikembalikan…” (QS. Ali Imran : 83)

Maka nalarnya adalah manusia yang berislam sepatutnya tunduk dan patuh terhadap Islam itu sendiri yang berisi perintah Allah dan Rasul. Kepatuhan juga harus tergambar dari definisi Islam yang memiliki makna selamat dan menyelamatkan, damai dan mendamaikan kehidupan manusia. Sehingga seorang muslim punya kewajiban untuk memberikan keselamatan dan kedamaian kepada sesama manusia, sesuai dengan definisi Islam.

Lalu, bagaimana mungkin ajaran yang memiliki prinsip selamat dan damai dicap sebagai sumber dari isu radikalisme? Apakah logis agama yang memerintahkan umatnya untuk menjaga keselamatan sesama manusia (tanpa memandang agama) dituduh sumber aksi teroris?

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Yahya Sinwar dan Naluri Kepahlawanan Ja’far bin Abi Thalib

  Ja’far bin Abi Thalib turun ke medan perang dengan keberanian, meski ada pesan tak biasa dari Nabi Muhammad bagi pasukan Mu’tah. Zaid bin Haritsah wafat, Ja’far langsung mengamankan panji Islam, tanda Islam tidak tunduk pada banyaknya pasukan Romawi. Tangan kanannya terputus, Ja’far hanya peduli pada panji Islam agar terus berkibar. Kibaran panji Islam bukan soal simbol belaka, ada kobaran semangat yang akan mendorong tiga ribu umat Islam yang berjibaku. Giliran tangan kiri Ja’far yang ditebas, sisa tangannya bersusah payah menarik kembali panji Islam agar tetap berkibar. Ja’far wafat dalam kondisi yang mengenaskan, panji dilanjutkan oleh Ibnu Rawahah dan berujung kematian juga untu dirinya. Khalid bin Walid hadir memberi angina segar dan mampu mengusir ratusan ribu pasukan romawi dari Mu’tah. Ja’far merupakan sahabat yang memiliki kapasitas kelas kakap, kemampuan bernegosiasi di hadapan Raja Najasyi berhasil mengamankan puluhan umat Islam di Ethiopia. Saat berduel dengan ped...

Jaminan Dewasa bukan Usia

Masalah dewasa selalu menjadi persoalan di tengah kebingungan orang menentukan standar apa yang harus dipahami. Soal standar dewasa ini memang sangat relatif. Sulit mencari sudut pandang yang objektif, sebab ukuran dewasa seseorang sangat banyak pertimbangannya. Melihat dari sudut satu tidak menutup perbedaan yang terbentang dari sudut pandang satunya. Belum lagi dilihat dari banyak ilmu yang berbicara tentang seperti apa dewasa sebenarnya. Bahkan saat kita mengatakan “masyarakat indonesia belum terlalu dewasa menyikapi masalah” , justru pernyataan itu akan berbalik. Dewasa kah orang yang mengatakan masyarakat belum dewasa? Dalam mata hukum misalnya, secara umum  batas usia seorang dewasa adalah 21 tahun. Tapi dalam undang-undang lainnya menentukan batas usia yang berbeda dalam memandang kedewasaan. Menurut sebagian ahli menyebut batas awal dewasa adalah usia 18 tahun. Sedangkan hukum Islam menyebut seorang baligh adalah dengan ihtilam, tumbuhnya rambut kemaluan dan usia t...

Perempuan Menutup Aurat atau Lelaki Menahan Nafsu?

Polemik patriarki selalu jadi tema pembahasan para feminism. Ada sudut pandang lain yang menurut mereka lelaki terlalu spesial dari perempuan.  Salah satunya soal perintah perempuan harus menutup aurat, lalu dihubungkan dengan soal tindakan kriminal, pemerkosaan dan menjaga kehormatan. Feminism melihat bukan soal perempuan yang harus menutup aurat, tapi lelakilah yang harus menahan nafsu. Dari sinilah perseteruan dimulai! Menurut saya, tidak ada polemik yang perlu diperpanjang, entah siapa yang memulai, tapi pembahasan ini seharusnya selesai sejak kedua titah itu dituliskan. Jika dilanjutkan, akhirnya muncul ribuan pertanyaan. Kenapa perempuan harus bertanggung jawab atas nafsu lelaki? Kenapa perempuan yang harus jaga diri dari lelaki, bukan sebaliknya? Dari pihak lain akan bertanya juga dengan konteksnya.  Menutup aurat itu kewajiban bagi perempuan, begitu juga menahan nafsu wajib bagi lelaki. Ego masing-masing yang membuat perdebatan ini tidak ada endingnya. Ada satu perspek...