Masalah
dewasa selalu menjadi persoalan di tengah kebingungan orang menentukan standar
apa yang harus dipahami. Soal standar dewasa ini memang sangat relatif. Sulit mencari
sudut pandang yang objektif, sebab ukuran dewasa seseorang sangat banyak
pertimbangannya. Melihat dari sudut satu tidak menutup perbedaan yang
terbentang dari sudut pandang satunya. Belum lagi dilihat dari banyak ilmu yang
berbicara tentang seperti apa dewasa sebenarnya. Bahkan saat kita mengatakan “masyarakat
indonesia belum terlalu dewasa menyikapi masalah”, justru pernyataan itu akan
berbalik. Dewasa kah orang yang mengatakan masyarakat belum dewasa?
Dalam
mata hukum misalnya, secara umum batas usia
seorang dewasa adalah 21 tahun. Tapi dalam undang-undang lainnya menentukan batas
usia yang berbeda dalam memandang kedewasaan. Menurut sebagian ahli menyebut
batas awal dewasa adalah usia 18 tahun. Sedangkan hukum Islam menyebut seorang
baligh adalah dengan ihtilam, tumbuhnya rambut kemaluan dan usia tertentu. Madzhab
Syafi’iyah dan Hanabilah dan satu riwayat dari Abu Hanifah menyebut usia 15
tahun untuk laki-laki dan perempuan, sedangkan madzhab Malikiyah berbeda
pendapat mulai dari 18 tahun ada juga, 19 tahun, 17 dan 16 tahun.
Secara
administraif mungkin bisa kita simpulkan setidaknya seseorang mulai dewasa pada
usia 15 tahun paling lambat 21 tahun. Sudut pandang ini kita gunakan jika
melihat bagaimana hukum Islam memandang seseorang mulai baligh. Artinya, pada usia-usia
tertentu (di atas) mau tidak mau kita harus mengakui bahwa dirinya sudah baligh
dan wajib melaksanakan segala perintah ibadah dan lainnya.
Ada
juga psikolog yang menyebut kalau tolak ukur seseorang dianggap dewasa atau
kanak-kanak ada pada kemampuan berpikirnya. Seseorang yang memiliki
pertimbangan saat melakukan sesuatu, memikirkan konsekuensi perbuatannya itu
menjadi indikator seorang dewasa. Karena kemampuan menentukan baik dan buruk,
maka moralitas akan menuntun seorang ke arah lebih dewasa. Seperti itulah peran
agama terhadap kedewasaan seseorang, sebab agama juga mengajarkan moralitas
manusia bukan sekadar spiritualitas.
Moralitas
ini menentukan bagaimana sikap dan perilaku seseorang. Semakin bermoral,
semakin ia memiliki sikap dan perilaku yang menunjukan kedewasaan. Semakin ia
peduli dengan sekitarnya dan maslahat bersama semakin ia dewasa. Dan seterusnya
kebaikan-kebaikan yang bisa ditorehkan. Dewasa adalah proses kita menjadi
bermoral, bijak, sikap, perilaku, peduli, berpikir dan seterusnya.
Dengan
banyaknya orang menilai standar dewasa, maka standar terendah atau yang harus
didalami oleh kita adalah kemampuan bersikap, berpikir sebelum bertindak,
menghargai lawan bicara dan banyak sikap lainnya yang menjadi indikator.
Sifat
kedewasaan lebih esensial dari pada sekadar hitungan usia. Sebab tidak sedikit
anak-anak yang bijak dan meilikip sikap yang baik. Diantara mereka memiliki
kedalaman berpikir dan mampu berbicara bijak, memberikan amanat untuk
orang-orang di sekitarnya. Sebaliknya, masih banyak orang ber-KTP, usia terus
menua tapi masih bertingkah yang memalukan, merusak kerukunan dan meresahkan
orang sekitar.
Kesalahan
besar kalau kita memahami dewasa seiring bertambahnya usia manusia. Karena usia
yang tua tidak menjamin sikap dan perilaku yang dewasa. Sebaliknya, sikap dan
perilaku menjadikan seseorang dewasa tanpa memandang usia. Bersikap dewasa pada
usianya adalah kewajaran, sedangkan tidak bersikap dewasa pada usianya itu
kemunduran. Jaminan itulah yang harus diperhatikan, bahwa usia tidak menjamin
seseorang bersikap dewasa.
Komentar
Posting Komentar