Saya pernah membaca tentang kisah Ibnu Khaldun, ternyata dia bercita-cita menjadi politikus ternama. Dia gagal, berbulan-bulan mengalami stres berat. Kenapa? Karena ternyata cita-cita yang dia harapkan berbuah buruk untuk dirinya. Jalan yang ia tapaki selama ini ternyata menghasilkan luka.
Ibnu Khaldun tidak tinggal diam, ia harus bangkit, ia sudah
menyadari bahwa cita-citanya itu tidak membahagiakan dirinya. Didalami olehnya
filsafat sejarah, dan dari sanalah rahasia terungkap. Keberhasilan yang ia
harapkan telah hadir, bahkan melampaui masa hidupnya. Hingga kini pun menikmati
karyanya yang fenomenal, menjadi rujukan seluruh dunia.
Ibnu Khaldun menjadi rujukan bagi ilmu sejarah dan beberapa
cabang ilmu lainnya. Namun sisi lain yang menjadi inspirasi adalah cara beliau
beradaptasi dengan harapan yang baru. Memang sulit, tapi harus dilalui. Wajar manusia
termenung dalam lamunnya, sebab harapan
yang diperjuangkan tak menghasilkan apa-apa. Itu pula yang dialami oleh Ibnu
Khaldun.
Allah SWT memberikan banyak pelajaran dalam al-Quran, bahwa
perubahan setiap zaman selalu ada. Dibentangkannya kisah-kisah yang penuh
hikmah, ada fundamental yang berlaku selamanya, ada pula perubahan yang terjadi
di setiap masanya. Secara tersirat kita diingatkan tentang pentingnya
beradaptasi terhadap kondisi yang akan kita hadapi.
Kalau kita perhatikan al-Quran, salah satu alasan kitab ini
menjadi mukjizat adalah fleksibilitas ayat-ayatnya yang secara tersurat maupun
tersirat relevan dengan kehidupan manusia. Dan kemampuannya beradaptasi dengan
segala kondisi zaman. Buktinya, meskipun ayat suci ini diturunkan jauh 14 abad
yang lalu, namun tidak membuat orang-orang yang mengamalkannya mati tergerus
perkembangan zaman.
Ini dikuatkan lagi dalam implementasi kaidah ushul fiqh,
“perubahan hukum Islam sebab perubahan tempat dan waktu”. Di tengah pemikiran
yang terlalu sempit dan terlalu luas memahaminya, setidaknya kita dapat belajar
bahwa dalam beberapa konteks hukum pun akan menyesuaikan lokasi dan zaman.
Tentu ada batasan-batasan yang harus dipahami, sehingga tidak merusak syariat
Islam yang telah ditetapkan.
Move on! Tak perlu takut dengan hal-hal baru, yang bertahan
adalah mereka yang mampu bergaul dengan kebiasaan baru.
Komentar
Posting Komentar