Langsung ke konten utama

Minat Baca Indonesia Rendah atau Bertranformasi?



Minat baca memang menjadi sorotan sejak lama. Usaha untuk meningkatkannya sudah banyak dilakukan oleh banyak pihak dan berbagai program. Hal ini karena tingginya minat baca merupakan indikasi menuju bangsa yang ideal. Menjadi Indonesia yang beradab dan maju tentu harapan kita semuanya. Membaca akan meningkatkan idealism setiap orang dan memiliki usaha untuk mewujudkannya. Sebab itu membaca merupakan ciri bangsa maju dan beradab.

Sayangnya beberapa tahun ke belakang berbagai survey dan penelitian menempatkan minat baca Indonesia pada posisi yang cukup memprihatinkan, termasuk kemampuan membacanya. Urutan minat baca Indonesia hampi terendah, ke 60 dari 61 negara, UNESCO menyebut Indonesia urutan ke 38 dari 39 negara yang diteliti. Termasuk kemampuan membaca kita, hanya pada angka 30% dalam kemampuan memahami dan menguasai bahan bacaan. Belum saya temukan penelitian terbaru, semoga saja ada peningkatan dalam minat dan kemampuan baca.

Kita bisa melihat sekitar masyarakat terkait perkembangan minat baca Indonesia. Secara teoritis kebiasaan membaca berpengaruh terhadap minat membaca. Rendahnya kebiasaan baca menjadikan minat baca yang rendah juga dan berujung pada kemampuan atau day abaca yang rendah. Oleh karena itu rendahnya minat baca sama dengan rendahnya kemampuan baca. Itu semua menghasilkan masyarakat yang minim gagasan. Padahal dari gagasan lah kemajuan dan peradaban dimulai.

Namun, standar seperti apa sampai sekumpulan manusia masuk dalam kategori memiliki minat baca yang tinggi. Atau seperti apa masyarakat layak disebut memiliki minat baca rendah. Apakah dilihat dari out-put remaja terdidik yang memiliki gagasan dan kemampuan literasi yang cukup? Atau dilihat dari banyaknya buku yang dibeli? Atau bahkan dari kemampuan toko buku yang masih tetapp bertahan sampai sekarang? Atau hanya melihat dari hasrat ingin membaca?

Saat membaca beberapa jurnal terkait minat baca, pengembangannya atau studi kasus, ditemukan seperti apa definisi minat baca. Minat diartikan dengan kecenderungan yang tetap untuk memperhatikan dan mengenang beberapa kegiatan. Minat/interest berarti juga keadaan mental yang menghasilkan respons terarah kepada sesuatu, situasi atau obyek tertentu yang menyenangkan dan memberikan kepuasan kepadanya.

Slameto (2010:180) mendefinisikan, minat adalah rasa lebih suka dan rasa ketertarikan pada suatu hal atau aktivitas, tanpa ada yang menyuruh, sedangkan Suranto (2005:30) mengemukakan bahwa, minat dapat diartikan sebagai kecenderungan untuk memilih dan atau melakukan sesuatu hal atau obyek tertentu, di antara sejumlah obyek yang tersedia.

Dalam hal minat baca, tentu rasa ketertarikan itu berbentuk keinginan dan kegiatan untuk membaca sehingga sampai pada tujuan dan cita-citanya. Keberadaan minat disebut juga dengan adanya aktivitas tanpa ada yang menyuruh. Sehingga seseorang membaca karena kesadaran dirinya atas manfaat yang akan dia dapatkan dari kegiatan membaca. Termasuk minat semakin besarnya perhatian terhadap sesuatu sehingga memiliki keinginan untuk mengoleksi, seperti: perangko, poster, kaos, sepatu.

Ada beberapa unsur yang terkait dengan minat, yaitu unsur kognisi berupa informasi dan pengetahuan mengenai objek yang dituju, unsur emosi atau afeksi berupa rasa senang terhadap objek, dan unsur-unsur konasi berupa kemauan atau hasrat untuk melakukan sesuatu. Ketiganya merupakan unsur yang menopang dalam sebuah minat. Sekilas mata unsur afeksi memang sangat mendominasi remaja kita dalam minat baca. Sedangkan unsur konasi perlu kesadaran dan pemahaman sehingga membentuk sebuah minat.

Menurut Noeng Muhajir (Dwi Sunar Prasetyono, 2008: 54), minat adalah kecenderungan afektif (perasaan, emosi) seseorang untuk membentuk aktifitas. Dari sini dapat dilihat bahwa minat itu melibatkan kondisi psikis (kejiwaan) seseorang.

Dapat kita artikan bahwa minat merupakan kecenderungan, rasa lebih suka atau daya dorong terhadap suatu objek/aktivitas sehingga memiliki perhatian yang khusus terhadap objek atau kegiatan tertentu. Karena minat seseorang memiliki keinginan untuk mencapai sebuah tujuan atau mewujudkan cita-cita.

Sehingga bisa kita sebut, seorang memiliki minat membaca ketika memiliki kecenderungan, rasa suka yang lebih, daya dorong, keinginan untuk membaca. Lalu terimplementasi dalam bentuk objek atau aktivitas membaca. Semua itu termasuk dalam istilah minat baca. Sehingga sekadar memiliki buku tidak termasuk minat baca jika merujuk pada beberapa definisi minat di atas.

Namun saya menemukan sebauh artikel yang menyatakan bahwa minat baca Indonesia tidak rendah, melainkan bertanformasi. Bertranformasi kemana? Menurutnya minat baca Indonesia kini bertranformasi dari lembaran kertas kepada e-book yang ada di smartphone. Tentu informasi yang positif melihat minat baca yang bertranformasi sesuai dengan zamannya.

Akan tetapi transformasi membaca dari kertas/buku ke e-book/smarphone tetap harus dilihat sejauh mana minat yang ada. Indikator minat baca tetap harus diperhatikan. Sebab jika melihat definisi minat sebelumnya maka transformasi minat baca tidak dilihat pada berapa banyak yang memiliki smartphone atau sarana untuk e-book, melainkan bagaimana diimplementasikan dalam bentuk aktivitas membaca.

Sehingga minat baca yang bertransformasi tetap harus dilihat dari intensitas objeknya yaitu aktivitas membaca. Bahkan lebih detail melihat beberapa definisi minat di atas, minat baca harus terjalin dalam bentuk motivasi atau keinginan untuk mencapai sesuatu. Ada tujuan yang harus digapai dari membaca, ada manfaat terarah yang akan didapatkan.

Oleh karena itu, karena minat baca merupakan tingginya perhatian terhadap kegiatan membaca, maka minat baca tidak sebatas mengoleksi buku-buku atau tingginya tingkat penggunaan smarphone. Sebab minat baca harus terwujud dalam bentuk aktivitas membaca. Sehingga survive nya toko buku, ramainya pameran buku hanya sebagian dari pada tingginya minat baca masyarakat atau banyaknya e-book bukan indikator tingginya minat baca Indonesia. Animo itu baru pada hasrat mendapatkan bahan bacaan, belum kepada bentuk aktivitas membaca apalagi hasrat mendapat manfaat dari buku atau mencapai tujuan yang lebih besar dari membaca.

Wallahua’lam bisshowab.



Komentar

Postingan populer dari blog ini

Yahya Sinwar dan Naluri Kepahlawanan Ja’far bin Abi Thalib

  Ja’far bin Abi Thalib turun ke medan perang dengan keberanian, meski ada pesan tak biasa dari Nabi Muhammad bagi pasukan Mu’tah. Zaid bin Haritsah wafat, Ja’far langsung mengamankan panji Islam, tanda Islam tidak tunduk pada banyaknya pasukan Romawi. Tangan kanannya terputus, Ja’far hanya peduli pada panji Islam agar terus berkibar. Kibaran panji Islam bukan soal simbol belaka, ada kobaran semangat yang akan mendorong tiga ribu umat Islam yang berjibaku. Giliran tangan kiri Ja’far yang ditebas, sisa tangannya bersusah payah menarik kembali panji Islam agar tetap berkibar. Ja’far wafat dalam kondisi yang mengenaskan, panji dilanjutkan oleh Ibnu Rawahah dan berujung kematian juga untu dirinya. Khalid bin Walid hadir memberi angina segar dan mampu mengusir ratusan ribu pasukan romawi dari Mu’tah. Ja’far merupakan sahabat yang memiliki kapasitas kelas kakap, kemampuan bernegosiasi di hadapan Raja Najasyi berhasil mengamankan puluhan umat Islam di Ethiopia. Saat berduel dengan ped...

Jaminan Dewasa bukan Usia

Masalah dewasa selalu menjadi persoalan di tengah kebingungan orang menentukan standar apa yang harus dipahami. Soal standar dewasa ini memang sangat relatif. Sulit mencari sudut pandang yang objektif, sebab ukuran dewasa seseorang sangat banyak pertimbangannya. Melihat dari sudut satu tidak menutup perbedaan yang terbentang dari sudut pandang satunya. Belum lagi dilihat dari banyak ilmu yang berbicara tentang seperti apa dewasa sebenarnya. Bahkan saat kita mengatakan “masyarakat indonesia belum terlalu dewasa menyikapi masalah” , justru pernyataan itu akan berbalik. Dewasa kah orang yang mengatakan masyarakat belum dewasa? Dalam mata hukum misalnya, secara umum  batas usia seorang dewasa adalah 21 tahun. Tapi dalam undang-undang lainnya menentukan batas usia yang berbeda dalam memandang kedewasaan. Menurut sebagian ahli menyebut batas awal dewasa adalah usia 18 tahun. Sedangkan hukum Islam menyebut seorang baligh adalah dengan ihtilam, tumbuhnya rambut kemaluan dan usia t...

Perempuan Menutup Aurat atau Lelaki Menahan Nafsu?

Polemik patriarki selalu jadi tema pembahasan para feminism. Ada sudut pandang lain yang menurut mereka lelaki terlalu spesial dari perempuan.  Salah satunya soal perintah perempuan harus menutup aurat, lalu dihubungkan dengan soal tindakan kriminal, pemerkosaan dan menjaga kehormatan. Feminism melihat bukan soal perempuan yang harus menutup aurat, tapi lelakilah yang harus menahan nafsu. Dari sinilah perseteruan dimulai! Menurut saya, tidak ada polemik yang perlu diperpanjang, entah siapa yang memulai, tapi pembahasan ini seharusnya selesai sejak kedua titah itu dituliskan. Jika dilanjutkan, akhirnya muncul ribuan pertanyaan. Kenapa perempuan harus bertanggung jawab atas nafsu lelaki? Kenapa perempuan yang harus jaga diri dari lelaki, bukan sebaliknya? Dari pihak lain akan bertanya juga dengan konteksnya.  Menutup aurat itu kewajiban bagi perempuan, begitu juga menahan nafsu wajib bagi lelaki. Ego masing-masing yang membuat perdebatan ini tidak ada endingnya. Ada satu perspek...