Langsung ke konten utama

Kenapa Saya Pilih Prabowo-Sandi (02)

1. Wibawa Menurut saya kondisi Indonesia yang begitu luasnya memerlukan kekuatan untuk menjaga dan mempertahankannya. Beberapa tahun ke belakang kita sedikit kecolongan, khususnya terkait urusan perbatasan negara. Beberapa budaya kita sempat diakuisisi oleh negara lain, seperti Reog Ponorogo, Pencak Silat, Kuda Lumping. Wibawa negara perlu dikuatkan melalui pemimpinnya. Pemahaman Prabowo sebagai mantan tentara tentu sangat diunggulkan. Tapi tidak berarti selalu dengan kekuatan tentara yang diharapkan. Tapi kemampuan bernegosiasi dan komunikasi juga harus dimiliki. Oleh karena itu, komitmen kebijakan yang pro rakyat dan pro NKRI harus ditunjukan dengan tegas. Entah seperti apa nanti kebijakannya, namun saat presiden komitmen dengan kebijakan sekalipun harus bertentangan dengan kepentingan asing akan menunjukan wibawa negara. 2. Kebijakan ekonomi Saya kira secara transparan banyak data sudah menampilkannya, bagaimana perekonomian Indonesia sekarang. Untuk sekadar membaca saja bagi masyarakat memang sulit. Namun, masyarakat tentu merasakannya sendiri bagaimana kondisi di lapangan. Mulai dari harga-harga yang tidak stabil dan bahan bakar yang terus semakin mahal, sedangkan yang bersubsidi keadaannya sangat terbatas. Singkat saya tingkat impor yang tinggi membuat harga ikut melambung tinggi. Terlebih jika impor itu bahan-bahan sembako yang menjadi kebutuhan sehari-hari. Impor juga berpengaruh kepada para petani di pedesaan. Jujur saja, kebijakan impor pada periode kepresidenan sekarang kurang tepat, apalagi impor bahan pokok besar-besaran yang sebenarnya bisa saja dipenuhi oleh petani lokal. Sosok Sandiaga Salahudin Uno tentu dapat diharapkan. Pengalamannya sebagai pengusaha sukses diharapkan memberikan terobosan-terobosan untuk melahirkan usaha-usaha yang lahir dari masyarakat itu sendiri dan memberikan banyak peluang kerja, sehingga mengurangi pengangguran-pengangguran yang sekarang terjadi. 3. Keadilan Slogan adil dan makmur kini melekat pada capres-cawapres 02. Keduanya memiliki komitmen untuk menegakan keadilan di bumi pertiwi, khususnya dalam bidang penegakan hokum. Ketimpangan hukum periode ini selalu jadi bahan perbincangan yang panas, tidak jarang menimbulkan perdebatan di kalangan bawah. Hukum tanpa tebang pilih menjadi sasaran Prabowo-Sandi menjawab keresahan masyarakat. Lemahnya hukum kepada pejabat, kerabat pendukung pemerintah tentu banyak dipertanyakan masyarakat. Korupsi triliyunan cenderung dibiarkan, sedangkan oposisi langsung dilabeli tersangka dan dipenjara. Penanganan kasus Novel Baswedan menjadi bukti lemahnya pemerintahan menegakan keadilan, mungkin HAM. Terbaru kasus pendukung oposisi yang sangat mudah dikenai pasal ITE, sedangkan petahana dengan kasus yang mirip masih bisa berkeliaran. Wajar opini masyarakat mengarah kepada istilah “kriminalisasi”. Komitmen 02 untuk menegakan hukum seadil-adilnya tanpa tebang pilih harus benar-benar terlaksana. 4. Pendukung Ya, kita harus melihat siapa pendukung di sekeliling capres-cawapres yang kita dukung. Tidak bisa kita sebut semua partai pendukung 02 sempurna, namun kondisinya lebih baik dari pada partai pendukung 01. Urutan korupsi terbesar juga partai pendukung 01. Untuk kebaikan ini saya kira wajar memilih capre-cawapres berdasarkan partai pendukungnya. Karena bagaimanapun saat jadi presiden dan waki presiden partai koalisi akan lebih mudah didengar. Selain itu 02 didukung oleh ijtima’ ulama melalui musyawarah yang cukup alot. Selain itu banyak tokoh dari berbagai kalangan yang ikut serta menyimpan harapan dengan mendukung 02. Pilihan mereka tentu lebih diperhitungkan efek positif dan negatifnya. Bahkan sampai akhir masa kampanye tokoh-tokoh ikut serta dalam kampanye akbar Prabowo-Sandi di GBK. Kepercayaan mereka kepada 02 semakin tinggi. Ini semua alasan yang menguat dalam pikiran saya. Tentu hal ini adalah program yang menjadi komitmen Prabowo-Sandi yang akan harus terus kita awasi. Apa artinya janji yang indah tanpa mengindahkan pelaksanaannya. Kalian pilih siapa? Dan apa alasannya?

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Yahya Sinwar dan Naluri Kepahlawanan Ja’far bin Abi Thalib

  Ja’far bin Abi Thalib turun ke medan perang dengan keberanian, meski ada pesan tak biasa dari Nabi Muhammad bagi pasukan Mu’tah. Zaid bin Haritsah wafat, Ja’far langsung mengamankan panji Islam, tanda Islam tidak tunduk pada banyaknya pasukan Romawi. Tangan kanannya terputus, Ja’far hanya peduli pada panji Islam agar terus berkibar. Kibaran panji Islam bukan soal simbol belaka, ada kobaran semangat yang akan mendorong tiga ribu umat Islam yang berjibaku. Giliran tangan kiri Ja’far yang ditebas, sisa tangannya bersusah payah menarik kembali panji Islam agar tetap berkibar. Ja’far wafat dalam kondisi yang mengenaskan, panji dilanjutkan oleh Ibnu Rawahah dan berujung kematian juga untu dirinya. Khalid bin Walid hadir memberi angina segar dan mampu mengusir ratusan ribu pasukan romawi dari Mu’tah. Ja’far merupakan sahabat yang memiliki kapasitas kelas kakap, kemampuan bernegosiasi di hadapan Raja Najasyi berhasil mengamankan puluhan umat Islam di Ethiopia. Saat berduel dengan ped...

Jaminan Dewasa bukan Usia

Masalah dewasa selalu menjadi persoalan di tengah kebingungan orang menentukan standar apa yang harus dipahami. Soal standar dewasa ini memang sangat relatif. Sulit mencari sudut pandang yang objektif, sebab ukuran dewasa seseorang sangat banyak pertimbangannya. Melihat dari sudut satu tidak menutup perbedaan yang terbentang dari sudut pandang satunya. Belum lagi dilihat dari banyak ilmu yang berbicara tentang seperti apa dewasa sebenarnya. Bahkan saat kita mengatakan “masyarakat indonesia belum terlalu dewasa menyikapi masalah” , justru pernyataan itu akan berbalik. Dewasa kah orang yang mengatakan masyarakat belum dewasa? Dalam mata hukum misalnya, secara umum  batas usia seorang dewasa adalah 21 tahun. Tapi dalam undang-undang lainnya menentukan batas usia yang berbeda dalam memandang kedewasaan. Menurut sebagian ahli menyebut batas awal dewasa adalah usia 18 tahun. Sedangkan hukum Islam menyebut seorang baligh adalah dengan ihtilam, tumbuhnya rambut kemaluan dan usia t...

Perempuan Menutup Aurat atau Lelaki Menahan Nafsu?

Polemik patriarki selalu jadi tema pembahasan para feminism. Ada sudut pandang lain yang menurut mereka lelaki terlalu spesial dari perempuan.  Salah satunya soal perintah perempuan harus menutup aurat, lalu dihubungkan dengan soal tindakan kriminal, pemerkosaan dan menjaga kehormatan. Feminism melihat bukan soal perempuan yang harus menutup aurat, tapi lelakilah yang harus menahan nafsu. Dari sinilah perseteruan dimulai! Menurut saya, tidak ada polemik yang perlu diperpanjang, entah siapa yang memulai, tapi pembahasan ini seharusnya selesai sejak kedua titah itu dituliskan. Jika dilanjutkan, akhirnya muncul ribuan pertanyaan. Kenapa perempuan harus bertanggung jawab atas nafsu lelaki? Kenapa perempuan yang harus jaga diri dari lelaki, bukan sebaliknya? Dari pihak lain akan bertanya juga dengan konteksnya.  Menutup aurat itu kewajiban bagi perempuan, begitu juga menahan nafsu wajib bagi lelaki. Ego masing-masing yang membuat perdebatan ini tidak ada endingnya. Ada satu perspek...