Semakin
hari pemerintah semakin paham bahwa literasi sangatlah penting untuk masa depan
bangsa ini. Hingga kini gerakan literasi –dalam artian- menebarkan kegiatan
literasi sudah menjamur ke banyak tempat dan hampir seluruh bagian hidup
manusia. Literasi mulai dihadirkan dalam setiap kegiatan masyarakat. Literasi
tidak berhenti di sekolah atau perguruan tinggi. Sebab literasi memang
kehidupan manusia itu sendiri.
Dengan
maraknya penggunaan internet yang serba cepat dan bebas mengakses apa saja,
kemampuan literasi manusia sangat diandalkan. Diantarabnya literasi digitall. Karena
dunia berkembanbersamaan dengan kemajuan teknologi, maka literasi adalah
jaminan manusia tetap eksis dan survive
menghadapi perubahan yang begitu cepat. Kondisi ini yang memaksa literasi harus
dibumikan kepada seluruh masyarakat, bukan hanya kaum pelajar saja.
Memahami
literasi yang ideal dan dengan teori-teorinya memang cukup menyulitkan.
Definisi kata literasi saja masih terus berkembang. Dalam banyak pertemuan,
seminar, kajian tentang literasi, definisi literasi selalu berbeda dengan
rujukannya masing-masing. Namun tetap memiliki tujuan utama yang sama, seperti:
menangkal hoax, memancing kreativitas, melahirkan karya dst. Sebab itu untuk
penikmat seperti masyarakt umumnya, tidak perlu berkelumit dengan
istilah-istilah yang para ahli saja masih merumuskannya. Namun tetap fokus pada
tujuan utama.
Kegiatan
literasi itu sangat banyak, kontennya pun sangat luas, hampir mengitari seluruh
kehidupan manusia. Sebut saja: mengkaji, meneliti, mengkritisi, mencari data,
penemuan, dst. Kegiatan literasi sangat luas dan beragam, itu sebabnya ada
literasi pendidikan, literasi digital, literasi kedokteran, literasi bisnis
dsb. Dari sekian banyak kegiatan literasi, gerbang awal menuju literasi adalah
membaca dan menulis. Ya, baca dan tulis. Baca dan tulis adalah langkah awal
kita menjadi kaum literasi. Oleh karenanya pegiat literasi tidak tuntas dengan
kegiatannya membangun banyak rumah baca, tapi dirinya sama sekali tidak
membaca. Atau mengisi pelatihan menulis, tapi dirinya minim karya tulis.
Itulah
kenapa gerakan literasi digawangi oleh sekolah-sekolah. Sebab dari sanalah kita
mulai membiasakan diri dengan membaca dan menulis. Maka kunci utama literasi
adalah baca dan tulis. Namun hal ini sekaligus menolak bahwa kaum literasi
adalah anak sekolah. Karena indikator kemampuan
literasi bukan seberapa lama sekolah, tapi seberapa banyak membaca. Bukan
seberapa ternama sekolahnya, tapi seberapa banyak menulis.
Kata
Firman Venyakasa (Ketua Umum Forum Bacaan Masyarakat), “Induk literasi adalah membaca dan menulis, dengan ragam dimensinya
tidak boleh meninggalkan induk literasi”. Bahkan beliau menyindir
kegiatan-kegiaitan literasi tapi minim bacaan dan tulisan dengan istilah Pseudo-Literasi.
Menurut
Wien Muldian, literasi salahsatunya berfungsi untuk mengawal generasi milenial
supaya siap pada usia produktif. Bahkan kemampuan literasi menjadi indikator
manusia berjuang di era sekarang selain penguatan karakter dan kecakapan abad
21. Namun, menurutnya harus kita periksa kembali kemampuan literasi kita.
Apakah sudah baik? Apakah sudah bermanfaat? Wien juga menyebut literasi
bergerak dari informasi ke imajinasi. Sebab informasi terbatas, referensi buku
terbatas akhirnya mengaktifkan imajinasi manusia, sebab tabiat imajinasi yang
selalu ingin dipuaskan.
Oleh
karena itu, efek literasi sangatlah urgen untuk kehidupan kita sekarang. Jika
induk literasi kita tinggalkan, berbagai dimensi literasi dalam kehidupan akan
sulit dikuasai. Terbatasnya bacaan kualitas dan membumikannya kepada masyarakat
disebut salah satu faktor lemahnya kemampuan literasi. Namun, membaca dan
menulis merupakan langkah perbaikan yang sepakat harus dilakukan sekalipun
akses bacaan terbatas. Sesuatu yang tidak menyempurnakan kewajiban karenanya,
maka sesuatu itu menjadi wajib. Itulah kenapa membaca dan menulis merupakan
modal utama yang harus digaungkan dalam gerakan literasi.
Komentar
Posting Komentar