Banyak
manusia dihinggapi rasa waspada dan kondisi yang gelisah. Harta yang melimpah
tidak menjamin ketenangan bagi dirinya. Karena di zaman azali, manusia pernah
melakukan perjanjian abadi dengan Tuhannya. Ketika kontrak itu tidak dipenuhi
atau bahkan dilanggar, maka dari sanalah timbulnya rasa ketidak tenangan.
Terlebih jika manusia membuat tandingan-tandingan bagi Allah, maka sejatinya ia
sudah menzalimi dirinya sendiri. Karena itu, zikir dan ibadah kepada Allah –sebagai seorang manusia-
akan merasakan ketentraman ketika hati sudah merelakan semuanya.
Menjadi
manusia baik adalah tugas manusia, dan langkah awalnya adalah bersikap adil
terhadap diri sendiri dan menghindari zalim terhadap diri sendiri. To Be A
Good Man adalah segalanya, karena semua pergeraka berawal dari diri
sendiri. Imam Ghazali dalam Ihya Ulumuddin menulis bab khusus tentang “Jihad
Melawan Hawa Nafsu”. Dalam sebuah hadits dikatakan melawan hawa nafsu adalah
jihad terbesar, “Jihad yang paling utama adalah seseorang berjihad
(berjuang) melawan dirinya dan hawa nafsu”.
Bahkan
intelek muslim Prof. Syed Naquib Al-attas menjabarkan bahwa menjadi menusia
yang baik (to be a good man) lebih fundamental dari pada menjadi warga
yang baik (to be a good citizen). Kata Al-Attas “Producing a good man
is more fundamental, because invariably he will be a good citizen”. Jadi,
bagi manusia loyalitas tertinggi harus diserahkan sepenuhnya kepada Tuhan yang
Maha Esa. Kontrak awal manusia pada zaman azali menjadi acuan bagaimana
seharusnya dia hidup. Pada saat yang sama menekankan untuk menjadi manusia yang
baik sama sekali tidak berlawanan untuk menjadi warga negara yang baik. Seperti
dikatakan diatas, secara tidak langsung good man akan menjadi good
citizen.
Itulah
mengapa perdebatan UUD 1945 tentang 7 kata yang dihapus lalu muncul di
Pancasila sila pertama “Ketuhanan yang Maha Esa” tidak berlawanan dengan
seorang muslim sejati yang taat terhadap Tuhannya. Karena seorang muslim yang
taat harus memiliki tanggung jawab yang tinggi terhadap negaranya. Ketika
timbul dalam hatinya untuk bela agama akan bersamaan dengan bela negara. Aksi
212 di Indonesia misalnya. Aksi tersebut membuktikan bahwa muslim yang bela
agama tidak berselisih dengan kehidupan bernegara. Justru melalui aksi ini umat
Islam membuktikan bahwa seorang manusia yang taat terhadap perintah Tuhannya
akan menjadi warga negara yang baik (a good citizen).
A
good man adalah orang yang loyalitas tertingginya kepada Tuhan bukan kepada
negara atau pemerintahan. Kehidupan negara akan terus berganti, sehingga
loyalitas akan terus bergejolak. Sedangkan loyalitas kepada Tuhan/agama tidak
pernah berubah sekalipun berganti tempat atau pemerintahan. Loyalitas yang
terikat janji harus kuat dan tidak goyah terombang-ambing zaman dan budaya. Manusia
yang baik (muslim) harus membuktikan
bahwa dengan latar ketuhanan ini kita bisa menjaga hidup bermasyarakat
dan bernegara.
Pemikiran
seperti ini sangat penting untuk meretas kegamangan antara “negara” dan
“kebaikan pribadi”. Sehingga menjadi manusia yang baik tidak berarti menafikan
negara yang baik. Tetapi, menjadi pribadi yang baik adalah lebih penting lagi.
Selain pertanggung jawaban di akhirat dihisab secara personal, melalui
perbaikan diri (good man) juga akan menghasilkan masyarakat yang baik (good
citizen)
Komentar
Posting Komentar