Langsung ke konten utama

Kemiskinan yang Harus Ditinggalkan


Manusia sebagai makhluk berakal memiliki naluri untuk bahagia. Fitrah menarik jiwanya untuk bergerak mengindari kemiskinan. Beragam usaha dilakukan, langkahnya selalu dipertimbangkan, berpikir bagaimana perbuatannya menghasilkan kebaikan. Seperti halnya reflek tubuh menolak segala bahaya terhadap dirinya. Manusia memiliki reflek yang sama untuk meyadari keberadaannya yang menjurus pada kemiskinan. Namun tidak semua mampu menghindar dari kondisi ini, sebagian orang tidak memiliki reflek yang mendukung dirinya selamat dari kemiskinan sekalipun memiliki reflek untuk menyadari keadaannya.

Kemiskinan harus ditinggalkan, sebab manusia diperintahkan menjaga dirinya. Allah memerintahkan kita untuk menjaga diri dan keluarga dari kemiskinan di akhirat. Diperintahkan juga manusia untuk menjaga kemaslahatan hidup di dunia. Tidak ada satu ideologi, pemikiran dan negara manapun yang memerintahkan untuk hidup miskin. Sudah sejatinya kemiskinan untuk ditinggalkan.

Kemiskinan simbol kegagalan. Kemiskinan adalah keadaan yang tidak diingankan semua orang. Tapi tidak hanya terbatas pada hal materi semata. Lebih dari itu, kemiskinan memiliki makna yang sangat luas sehingga manusia benar-benar harus meninggalkannya. Miskin dari sudut materi sangatlah kecil. Manusia lebih kerdil jika mengalami miskin hati, miskin cinta dan budi pekerti.

Satu, miskin hati. Dakwah Islam adalah dakwah hati. Tidak ada paksaan dan segala bentuk tekanan. Keberadaan hati menempatkan keikhlasan dalam setiap amalan. Miskin hati berarti juga hilangnya ikhlas saat beramal. Tidak ada kepedulian kepada lingkungan dan kondisi. Tidak ada dalam benaknya inisiasi untuk berkorban. Wujud hatinya memang ada, namun mati dihantam dengki dan riya. Sedangkan keduanya adalah musuh besar hati umat manusia.

Dua, miskin intelektual. Intelektual dalam artian memiliki pemahaman yang kuat tentang materi-materi esensial, lalu memiliki kecerdasan dan kreativitas untuk menunjang hidupnya. Semakin dunia berkembang pesat akan menuntut kinerja muslim lebih cerdas dan kreatif. Gelar sarjana dan ijazah keahlian tidak menjamin eksistensinya sebelum bisa membuktikan kadar intelektualnya dalam kebermanfaatan manusia. Mati intelektual melahirkan kinerja yang tidak optimal, profesional dan produktif.

Tiga, miskin cinta. Islam agama cinta. Manusia adalah makhluk cinta. Cinta sudah lama tertanam dalam tubuh kita, hingga sekarang tumbuh menua berama umur kita. Dalam dakwah cinta merupakan inti segalanya. Sebab Islam mengajarkan kelembutan dalam menebarkan pesan-pesan agama. Praktik kekerasan atau bar-bar atas nama Islam sama sekali tidak mewakili agama yang mulia ini. Perang sekalipun Islam punya etika yang mewakili sebagai agama cinta. Sebab cinta lah orang menerima dakwah Islam.

Empat, miskin materi. Kasus ini seringkali dijadikan masalah nomor wahid di mata kita. Namun tidak bisa kita bantah lagi, materi benar-benar menunjang kehidupan manusia. Banyak hal fitrah manusia yang tidak bisa ditunjang kecuali dengan materi. Sebut saja kebutuhan perut dan hunian. Begitupun dalam dakwah Islam. Kemiskinan materi berakibat pada kelemahan dalam banyak melakukan banyak hal. Kemiskinan materi dapat membuat sebuah nama dihormati. Sedangkan kekayaan sangat identik dengan kebebasan melakukan segala hal.


Tidakkah kita ingin meninggalkan semua kemiskinan itu? Kemiskinan mana yang paling dominan dalam diri kita? Mari kita perkaya.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Yahya Sinwar dan Naluri Kepahlawanan Ja’far bin Abi Thalib

  Ja’far bin Abi Thalib turun ke medan perang dengan keberanian, meski ada pesan tak biasa dari Nabi Muhammad bagi pasukan Mu’tah. Zaid bin Haritsah wafat, Ja’far langsung mengamankan panji Islam, tanda Islam tidak tunduk pada banyaknya pasukan Romawi. Tangan kanannya terputus, Ja’far hanya peduli pada panji Islam agar terus berkibar. Kibaran panji Islam bukan soal simbol belaka, ada kobaran semangat yang akan mendorong tiga ribu umat Islam yang berjibaku. Giliran tangan kiri Ja’far yang ditebas, sisa tangannya bersusah payah menarik kembali panji Islam agar tetap berkibar. Ja’far wafat dalam kondisi yang mengenaskan, panji dilanjutkan oleh Ibnu Rawahah dan berujung kematian juga untu dirinya. Khalid bin Walid hadir memberi angina segar dan mampu mengusir ratusan ribu pasukan romawi dari Mu’tah. Ja’far merupakan sahabat yang memiliki kapasitas kelas kakap, kemampuan bernegosiasi di hadapan Raja Najasyi berhasil mengamankan puluhan umat Islam di Ethiopia. Saat berduel dengan ped...

Jaminan Dewasa bukan Usia

Masalah dewasa selalu menjadi persoalan di tengah kebingungan orang menentukan standar apa yang harus dipahami. Soal standar dewasa ini memang sangat relatif. Sulit mencari sudut pandang yang objektif, sebab ukuran dewasa seseorang sangat banyak pertimbangannya. Melihat dari sudut satu tidak menutup perbedaan yang terbentang dari sudut pandang satunya. Belum lagi dilihat dari banyak ilmu yang berbicara tentang seperti apa dewasa sebenarnya. Bahkan saat kita mengatakan “masyarakat indonesia belum terlalu dewasa menyikapi masalah” , justru pernyataan itu akan berbalik. Dewasa kah orang yang mengatakan masyarakat belum dewasa? Dalam mata hukum misalnya, secara umum  batas usia seorang dewasa adalah 21 tahun. Tapi dalam undang-undang lainnya menentukan batas usia yang berbeda dalam memandang kedewasaan. Menurut sebagian ahli menyebut batas awal dewasa adalah usia 18 tahun. Sedangkan hukum Islam menyebut seorang baligh adalah dengan ihtilam, tumbuhnya rambut kemaluan dan usia t...

Perempuan Menutup Aurat atau Lelaki Menahan Nafsu?

Polemik patriarki selalu jadi tema pembahasan para feminism. Ada sudut pandang lain yang menurut mereka lelaki terlalu spesial dari perempuan.  Salah satunya soal perintah perempuan harus menutup aurat, lalu dihubungkan dengan soal tindakan kriminal, pemerkosaan dan menjaga kehormatan. Feminism melihat bukan soal perempuan yang harus menutup aurat, tapi lelakilah yang harus menahan nafsu. Dari sinilah perseteruan dimulai! Menurut saya, tidak ada polemik yang perlu diperpanjang, entah siapa yang memulai, tapi pembahasan ini seharusnya selesai sejak kedua titah itu dituliskan. Jika dilanjutkan, akhirnya muncul ribuan pertanyaan. Kenapa perempuan harus bertanggung jawab atas nafsu lelaki? Kenapa perempuan yang harus jaga diri dari lelaki, bukan sebaliknya? Dari pihak lain akan bertanya juga dengan konteksnya.  Menutup aurat itu kewajiban bagi perempuan, begitu juga menahan nafsu wajib bagi lelaki. Ego masing-masing yang membuat perdebatan ini tidak ada endingnya. Ada satu perspek...