Langsung ke konten utama

Belajar Setia dari Musa as

Yahudi memiliki sejarah panjang yang tidak akan habis dibukukan hingga diceritakan. Dinamika permasalahan di setiap era selalu beragam, tantangan nya semakin memanas. Dari mulai keturunan, perilaku, disiksa, menyiksa, membangkang bahkan menjajah. Kisahnya tidak hanya dialami oleh satu, dua nabi saja. Beberapa nabi berkesempatan membersamai kaum Yahudi.


Perjalanan terpanjang dan paling banyak dikisahkan ibrahnya ketika mereka (Yahudi) diamanhkan kepada nabi Musa As. Bermula dari Yahudi tertindas, lalu Musa menyelamatkannya hingga perbatasan Palestina. Ia tidak sendirian, Musa ditemani oleh Harun as saudaranya. Seperti disebutkan dalam al-Quran, Musa mengalami kejadian naas ketika Raja Firaun memasukan sejenis batu panas ke mulutnya. Sehingga kurang jelas berbicara, namun tegas dalam bersikap. Sedangkan Harun pandai berbicara.

Perjuangan Musa tidaklah kecil, ia harus terbuang saat dirinya baru lahir, lalu mengalami perdebatan dengan Firaun hingga akhirnya ia menjadi utusan Allah yang mengharuskan dirinya melawan Firaun. Singkat waktu Musa harus pergi dari tanah kelahirannya dengan dikejar pasukan Firaun. Musa dengan tongkatnya bisa selamat, bahkan rela mengajak Yahudi pembangkang untuk ikut melewat laut yang terbelah. Sebenarnya Yahudi bukan siapa-siapa, tapi janji manisnya untuk beriman itu selalu menipu para nabi.

Namun dendam bukan ajaran Tuhan yang Maha Esa, selama manusia mengaku akan beriman maka ia ada pihak kita. Begitulah Musa menafsirkan kaum Yahudi. Belum lama setelah terbebas dari Firaun, Musa harus dihadapkan dengan keluhan Yahudi yang meragukan Tuhan Musa. Mereka meminta makanan yang beragam tidak hanya satu jenis saja. Yahudi memang selalu durhaka, mereka juga membunuh para Nabi. Tapi dakwah Islam tidak pandang siapa, sekalipun Yahudi berulang kali begitu Musa tetap sabar bersama mereka.

Ketika hampir sampai ke negeri para nabi, Musa harus pergi ke bukit Sinai. Yahudi diamanahkan kepada Harun, sang pembangkang (Yahudi) itu tetap tidak berubah. Mereka meyembah Tuhan buatan mereka. Sebagaimana al-Quran mengisahkan Samiri. Semua itu berujung kepada kemarahan Musa dan turunnya azab Allah SWT. Berbagai azab mengerikan, membumihanguskan Yahudi di tanah kerontang. Bahkan konon sebenarnya Palestina sudah dekat, hanya sejauh manusia melempar batu dari tempat Yahudi bermukim. Namun kuasa Allah menutupkan pandangan mereka hingga tidak sampai ke Palestina. Hingga Musan dan Harun pun meninggal sebelum sampai ke Palestina hanya karena mengurus kebengalan Yahudi.

Kesetiaan Musa bukan kisahnya dengan Yahudi. Setianya ada pada kepatuhan terhadap Allah untuk selalu bersabar menggiring Yahudi kepada pintu hidayah. Setia bukan karena manusia itu baik, sekalipun jahat jika Tuhan beramanah maka disanalh setia. Musa rela mengorbankan harapan demi kesetiaannya menyadarka Yahudi. Musa tidak sampai ke Palestina karena Allah memerintahkannya untuk bersabar.

Lalu, bagaimana kita bisa belajar setia dari Musa ...

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Yahya Sinwar dan Naluri Kepahlawanan Ja’far bin Abi Thalib

  Ja’far bin Abi Thalib turun ke medan perang dengan keberanian, meski ada pesan tak biasa dari Nabi Muhammad bagi pasukan Mu’tah. Zaid bin Haritsah wafat, Ja’far langsung mengamankan panji Islam, tanda Islam tidak tunduk pada banyaknya pasukan Romawi. Tangan kanannya terputus, Ja’far hanya peduli pada panji Islam agar terus berkibar. Kibaran panji Islam bukan soal simbol belaka, ada kobaran semangat yang akan mendorong tiga ribu umat Islam yang berjibaku. Giliran tangan kiri Ja’far yang ditebas, sisa tangannya bersusah payah menarik kembali panji Islam agar tetap berkibar. Ja’far wafat dalam kondisi yang mengenaskan, panji dilanjutkan oleh Ibnu Rawahah dan berujung kematian juga untu dirinya. Khalid bin Walid hadir memberi angina segar dan mampu mengusir ratusan ribu pasukan romawi dari Mu’tah. Ja’far merupakan sahabat yang memiliki kapasitas kelas kakap, kemampuan bernegosiasi di hadapan Raja Najasyi berhasil mengamankan puluhan umat Islam di Ethiopia. Saat berduel dengan ped...

Jaminan Dewasa bukan Usia

Masalah dewasa selalu menjadi persoalan di tengah kebingungan orang menentukan standar apa yang harus dipahami. Soal standar dewasa ini memang sangat relatif. Sulit mencari sudut pandang yang objektif, sebab ukuran dewasa seseorang sangat banyak pertimbangannya. Melihat dari sudut satu tidak menutup perbedaan yang terbentang dari sudut pandang satunya. Belum lagi dilihat dari banyak ilmu yang berbicara tentang seperti apa dewasa sebenarnya. Bahkan saat kita mengatakan “masyarakat indonesia belum terlalu dewasa menyikapi masalah” , justru pernyataan itu akan berbalik. Dewasa kah orang yang mengatakan masyarakat belum dewasa? Dalam mata hukum misalnya, secara umum  batas usia seorang dewasa adalah 21 tahun. Tapi dalam undang-undang lainnya menentukan batas usia yang berbeda dalam memandang kedewasaan. Menurut sebagian ahli menyebut batas awal dewasa adalah usia 18 tahun. Sedangkan hukum Islam menyebut seorang baligh adalah dengan ihtilam, tumbuhnya rambut kemaluan dan usia t...

Perempuan Menutup Aurat atau Lelaki Menahan Nafsu?

Polemik patriarki selalu jadi tema pembahasan para feminism. Ada sudut pandang lain yang menurut mereka lelaki terlalu spesial dari perempuan.  Salah satunya soal perintah perempuan harus menutup aurat, lalu dihubungkan dengan soal tindakan kriminal, pemerkosaan dan menjaga kehormatan. Feminism melihat bukan soal perempuan yang harus menutup aurat, tapi lelakilah yang harus menahan nafsu. Dari sinilah perseteruan dimulai! Menurut saya, tidak ada polemik yang perlu diperpanjang, entah siapa yang memulai, tapi pembahasan ini seharusnya selesai sejak kedua titah itu dituliskan. Jika dilanjutkan, akhirnya muncul ribuan pertanyaan. Kenapa perempuan harus bertanggung jawab atas nafsu lelaki? Kenapa perempuan yang harus jaga diri dari lelaki, bukan sebaliknya? Dari pihak lain akan bertanya juga dengan konteksnya.  Menutup aurat itu kewajiban bagi perempuan, begitu juga menahan nafsu wajib bagi lelaki. Ego masing-masing yang membuat perdebatan ini tidak ada endingnya. Ada satu perspek...