Kang Abay mengatakan sengaja menempatkan bab tentang "Kehilangan" di awal ceritanya, karena ingin menjadikan ikhlas sebagai poin besar dalam kehilangan itu sendiri. Kita gagal move on karena belum ikhlas dalam cinta, akan lebih tidak ikhlas ketika keilangannya. Sedangkan yang kita khawatirkan itu semuanya titipan. Sekalipun itu anak dan istri, itulah titipan dari Allah.
Kehilangan memang menyedihkan jika itu milik kita. Masalahnya kan kita tidak pernah memiliki apa-apa kecuali nyawa, pada akhirnya nyawa itu juga milik Allah. Yang kita tangisi adalah kebohongan.
Perihal cita dan cinta, pesan terbesarnya adalah meninggikan peran ikhtiar dan doa. Ada tekanan intonasi dari Kang Abay ketika mengatakan "jangan dulu bicara takdir sebelum doa dan ikhtiar berakhir". Mari kita tunjukan pada Allah inilah usaha kita. Usaha terbaik, doa terbaik. Bangun tengah malam tidak ada yang tahu, kita berdoa tidak ada yang tahu. Masih banyak yang kita citakan, dan banyak juga beberapa yang sudah gugur, lewat batas deadline. Mungkin tidak penting baik kita, buruk kita. toh, orang-orang acuh saja.
Fokus pada tujuan, maksimalkan ikhtiar. Mungkin kita diacuhkan, tapi disana ada tujuan. Itulah arah kita, sedangkan acuhan adalah warnanya. Kesibukan kita juga akan dibicarakan, padahal tujuan masih jauh kita capai. Kenapa lemah saat ikhtiar dan doa sedang berlangsung. Tenang, takdir bisa saja memihak. Mungkin Bos di tempat kita bekerja sedang mengusahakan kita, atau orang yang kita cintai juga sedang mendoakan masa depan dengan kita. Teruslah berhusnuzan.
Saya kira inilah nikmat menjadi seorang muslim. Kita diberi keluangan seluas-luasnya untuk berjuang dan berdoa. Lalu disana kebaikan bertebaran. Saar berhasil itulah kejutan dari Allah, saar gagal Allah sedang mengarahkan kita kepada tujuan yang lebih baik. Nikmat sekali bukan. Tidak ada keraguan, tidak ada prasangka buruk.
Masih banyak yang harus digali dari "Cinta dalam Ikhlas".
Semoga terus kita bercita dan bercinta.
Komentar
Posting Komentar