Langsung ke konten utama

Belajar Cita dan Cinta dari Kang Abay


Kesempatan mendengar langsung pemaparan dari penulis novel Cinta dalam Ikhlas sangat mengagumkan. Saya sendiri pecinta nasyid, termasuk lagu mellow yang khas dibawakan penulis novel tadi. Lebih kepada lirik yang bermakna dan menyentuh, mungkin kalau baca novelnya bisa lebih kena di hati. Saya belum membacanya karena kurang gairah terhadap novel. Tapi mendengar poin dari penulisnya langsung cukup akan memaksa saya membeli dan membacanya.

Kang Abay mengatakan sengaja menempatkan bab tentang "Kehilangan" di awal ceritanya, karena ingin menjadikan ikhlas sebagai poin besar dalam kehilangan itu sendiri. Kita gagal move on karena belum ikhlas dalam cinta, akan lebih tidak ikhlas ketika keilangannya. Sedangkan yang kita khawatirkan itu semuanya titipan. Sekalipun itu anak dan istri, itulah titipan dari Allah.

Kehilangan memang menyedihkan jika itu milik kita. Masalahnya kan kita tidak pernah memiliki apa-apa kecuali nyawa, pada akhirnya nyawa itu juga milik Allah. Yang kita tangisi adalah kebohongan. 

Perihal cita dan cinta, pesan terbesarnya adalah meninggikan peran ikhtiar dan doa. Ada tekanan intonasi dari Kang Abay ketika mengatakan "jangan dulu bicara takdir sebelum doa dan ikhtiar berakhir". Mari kita tunjukan pada Allah inilah usaha kita. Usaha terbaik, doa terbaik. Bangun tengah malam tidak ada yang tahu, kita berdoa tidak ada yang tahu. Masih banyak yang kita citakan, dan banyak juga beberapa yang sudah gugur, lewat batas deadline. Mungkin tidak penting baik kita, buruk kita. toh, orang-orang acuh saja.

Fokus pada tujuan, maksimalkan ikhtiar. Mungkin kita diacuhkan, tapi disana ada tujuan. Itulah arah kita, sedangkan acuhan adalah warnanya. Kesibukan kita juga akan dibicarakan, padahal tujuan masih jauh kita capai. Kenapa lemah saat ikhtiar dan doa sedang berlangsung. Tenang, takdir bisa saja memihak. Mungkin Bos di tempat kita bekerja sedang mengusahakan kita, atau orang yang kita cintai juga sedang mendoakan masa depan dengan kita. Teruslah berhusnuzan.

Saya kira inilah nikmat menjadi seorang muslim. Kita diberi keluangan seluas-luasnya untuk berjuang dan berdoa. Lalu disana kebaikan bertebaran. Saar berhasil itulah kejutan dari Allah, saar gagal Allah sedang mengarahkan kita kepada tujuan yang lebih baik. Nikmat sekali bukan. Tidak ada keraguan, tidak ada prasangka buruk.

Masih banyak yang harus digali dari "Cinta dalam Ikhlas". 

Semoga terus kita bercita dan bercinta.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Yahya Sinwar dan Naluri Kepahlawanan Ja’far bin Abi Thalib

  Ja’far bin Abi Thalib turun ke medan perang dengan keberanian, meski ada pesan tak biasa dari Nabi Muhammad bagi pasukan Mu’tah. Zaid bin Haritsah wafat, Ja’far langsung mengamankan panji Islam, tanda Islam tidak tunduk pada banyaknya pasukan Romawi. Tangan kanannya terputus, Ja’far hanya peduli pada panji Islam agar terus berkibar. Kibaran panji Islam bukan soal simbol belaka, ada kobaran semangat yang akan mendorong tiga ribu umat Islam yang berjibaku. Giliran tangan kiri Ja’far yang ditebas, sisa tangannya bersusah payah menarik kembali panji Islam agar tetap berkibar. Ja’far wafat dalam kondisi yang mengenaskan, panji dilanjutkan oleh Ibnu Rawahah dan berujung kematian juga untu dirinya. Khalid bin Walid hadir memberi angina segar dan mampu mengusir ratusan ribu pasukan romawi dari Mu’tah. Ja’far merupakan sahabat yang memiliki kapasitas kelas kakap, kemampuan bernegosiasi di hadapan Raja Najasyi berhasil mengamankan puluhan umat Islam di Ethiopia. Saat berduel dengan ped...

Jaminan Dewasa bukan Usia

Masalah dewasa selalu menjadi persoalan di tengah kebingungan orang menentukan standar apa yang harus dipahami. Soal standar dewasa ini memang sangat relatif. Sulit mencari sudut pandang yang objektif, sebab ukuran dewasa seseorang sangat banyak pertimbangannya. Melihat dari sudut satu tidak menutup perbedaan yang terbentang dari sudut pandang satunya. Belum lagi dilihat dari banyak ilmu yang berbicara tentang seperti apa dewasa sebenarnya. Bahkan saat kita mengatakan “masyarakat indonesia belum terlalu dewasa menyikapi masalah” , justru pernyataan itu akan berbalik. Dewasa kah orang yang mengatakan masyarakat belum dewasa? Dalam mata hukum misalnya, secara umum  batas usia seorang dewasa adalah 21 tahun. Tapi dalam undang-undang lainnya menentukan batas usia yang berbeda dalam memandang kedewasaan. Menurut sebagian ahli menyebut batas awal dewasa adalah usia 18 tahun. Sedangkan hukum Islam menyebut seorang baligh adalah dengan ihtilam, tumbuhnya rambut kemaluan dan usia t...

Perempuan Menutup Aurat atau Lelaki Menahan Nafsu?

Polemik patriarki selalu jadi tema pembahasan para feminism. Ada sudut pandang lain yang menurut mereka lelaki terlalu spesial dari perempuan.  Salah satunya soal perintah perempuan harus menutup aurat, lalu dihubungkan dengan soal tindakan kriminal, pemerkosaan dan menjaga kehormatan. Feminism melihat bukan soal perempuan yang harus menutup aurat, tapi lelakilah yang harus menahan nafsu. Dari sinilah perseteruan dimulai! Menurut saya, tidak ada polemik yang perlu diperpanjang, entah siapa yang memulai, tapi pembahasan ini seharusnya selesai sejak kedua titah itu dituliskan. Jika dilanjutkan, akhirnya muncul ribuan pertanyaan. Kenapa perempuan harus bertanggung jawab atas nafsu lelaki? Kenapa perempuan yang harus jaga diri dari lelaki, bukan sebaliknya? Dari pihak lain akan bertanya juga dengan konteksnya.  Menutup aurat itu kewajiban bagi perempuan, begitu juga menahan nafsu wajib bagi lelaki. Ego masing-masing yang membuat perdebatan ini tidak ada endingnya. Ada satu perspek...