Langsung ke konten utama

Kita Menang

19 April 2017 adalah hari pemilihan Gubernur DKI Jakarta periode 2017-2022. Siang itu seorang santri masuk ke kantor saya untuk menitipkan kameranya (Saya mengajar di SMPIT Al-Multazam 2). Tiba-tiba dia bertanya, "Pak, gimana Jakarta?", kebetulan saya terus streaming memantau hasil quick count dari 0% sampai 99%. "Alhamdulillah, InsyaAllah menang". Sontak si anak lari keluar, mendekati teman-temannya di lapangan sambil berteriak "Ahok kalah... Anies menang...".

Betapa mereka menyadari kemenangan ini bukan kemenangan biasa. Logisnya, dia masih anak SMP kelas 8, asal rumahnya juga dari Lampung, mungkin pengetahuan politiknya juga sangat minim. Terlebih di sini mereka tidak menonton TV.

Hal ini menyadarkan kepada kita bahwa disanalah kekuatan Islam. Tidak ada uang, jabatan, popularitas, semuanya tidak pernah menakuti seorang yang beriman. Seorang anak ketika paham bahaya yang terjadi jika pak Ahok terpilih dan mampu mengepresikannya dengan full itu sungguh luar biasa. Dimana Iman mampu menggerakan hati dan mulut manusia untuk meyakinkan bahwa "Sayalah seorang Muslim".

Kita belum berbicara pertentangan dunia politik pasca Quick Count menunjukan Anies-Sandi menang. Karena nyatanya saya sama sekali belum melihat (di media) batang hiduk Ahok. Tapi saya ingin menyadarkan semuanya bahwa kekuatan Iman bisa mengalahkan segalanya. Sekalipun saya sendiri (dalam PILKADA DKI) selalu dilingkupi ketakutan kisah 9 naga dibelakang pak Ahok. Tapi inilah bentuk hidayah bagi kita semua agar semakin menguatkan keimanan kita kepada Allah SWT. Saya kira akan terlihat banyak orang sadar akan kekuasaan Allah yang tidak akan terkalahkan jika sudah dijatuhkan  taqdirnya.

Sekalipun kita kalah di PILKADA ini, sejatinya kita menang. Karena kemenangan sejati adalah ketika kita tetap tegak berdiri dalam kebenaran.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Yahya Sinwar dan Naluri Kepahlawanan Ja’far bin Abi Thalib

  Ja’far bin Abi Thalib turun ke medan perang dengan keberanian, meski ada pesan tak biasa dari Nabi Muhammad bagi pasukan Mu’tah. Zaid bin Haritsah wafat, Ja’far langsung mengamankan panji Islam, tanda Islam tidak tunduk pada banyaknya pasukan Romawi. Tangan kanannya terputus, Ja’far hanya peduli pada panji Islam agar terus berkibar. Kibaran panji Islam bukan soal simbol belaka, ada kobaran semangat yang akan mendorong tiga ribu umat Islam yang berjibaku. Giliran tangan kiri Ja’far yang ditebas, sisa tangannya bersusah payah menarik kembali panji Islam agar tetap berkibar. Ja’far wafat dalam kondisi yang mengenaskan, panji dilanjutkan oleh Ibnu Rawahah dan berujung kematian juga untu dirinya. Khalid bin Walid hadir memberi angina segar dan mampu mengusir ratusan ribu pasukan romawi dari Mu’tah. Ja’far merupakan sahabat yang memiliki kapasitas kelas kakap, kemampuan bernegosiasi di hadapan Raja Najasyi berhasil mengamankan puluhan umat Islam di Ethiopia. Saat berduel dengan ped...

Jaminan Dewasa bukan Usia

Masalah dewasa selalu menjadi persoalan di tengah kebingungan orang menentukan standar apa yang harus dipahami. Soal standar dewasa ini memang sangat relatif. Sulit mencari sudut pandang yang objektif, sebab ukuran dewasa seseorang sangat banyak pertimbangannya. Melihat dari sudut satu tidak menutup perbedaan yang terbentang dari sudut pandang satunya. Belum lagi dilihat dari banyak ilmu yang berbicara tentang seperti apa dewasa sebenarnya. Bahkan saat kita mengatakan “masyarakat indonesia belum terlalu dewasa menyikapi masalah” , justru pernyataan itu akan berbalik. Dewasa kah orang yang mengatakan masyarakat belum dewasa? Dalam mata hukum misalnya, secara umum  batas usia seorang dewasa adalah 21 tahun. Tapi dalam undang-undang lainnya menentukan batas usia yang berbeda dalam memandang kedewasaan. Menurut sebagian ahli menyebut batas awal dewasa adalah usia 18 tahun. Sedangkan hukum Islam menyebut seorang baligh adalah dengan ihtilam, tumbuhnya rambut kemaluan dan usia t...

Perempuan Menutup Aurat atau Lelaki Menahan Nafsu?

Polemik patriarki selalu jadi tema pembahasan para feminism. Ada sudut pandang lain yang menurut mereka lelaki terlalu spesial dari perempuan.  Salah satunya soal perintah perempuan harus menutup aurat, lalu dihubungkan dengan soal tindakan kriminal, pemerkosaan dan menjaga kehormatan. Feminism melihat bukan soal perempuan yang harus menutup aurat, tapi lelakilah yang harus menahan nafsu. Dari sinilah perseteruan dimulai! Menurut saya, tidak ada polemik yang perlu diperpanjang, entah siapa yang memulai, tapi pembahasan ini seharusnya selesai sejak kedua titah itu dituliskan. Jika dilanjutkan, akhirnya muncul ribuan pertanyaan. Kenapa perempuan harus bertanggung jawab atas nafsu lelaki? Kenapa perempuan yang harus jaga diri dari lelaki, bukan sebaliknya? Dari pihak lain akan bertanya juga dengan konteksnya.  Menutup aurat itu kewajiban bagi perempuan, begitu juga menahan nafsu wajib bagi lelaki. Ego masing-masing yang membuat perdebatan ini tidak ada endingnya. Ada satu perspek...