Langsung ke konten utama

Berjuang Bersama Umat

Berjuang Bersama Umat


Sedih, terharu, bangga yang kita rasakan pada 4 Nopember kemarin. Kita merasakan bagaima ghiroh umat islam begitu luar biasa, mereka serentak bergerak membela agamanya yang dinistakan. Di lapangan umat islam saling sayang, saling tolong menolong. Sehingga kita bisa menggambarkan bagaimana yang terjadi pada peperangan zaman Rasulullah. Terbayang bagaimana sahabat saling berpangku melindungi Rasulullah di perang Uhud. Setiap muslim disana berebut memberikan apapun yang dimilikinya, makanan, snack, harta, tenaga bahkan suara. Peran masjid (istiqlal) menjadi benar-benar terasa, sebagaimana Rasulullah menjadikan masjid sebagaimana tempat awal untuk membangun peradaban islam di madinah. Masjid bukan sebatas untuk shalat, disana kita berlatih menghadapi hiruk-pikuk dunia ini. Lihatlah islam rahmatan lil ‘alamin itu. Sebagin garda terdepan melindungi ulama dan kedamaian demonstran yang jumlahnya 2 jutaan. Bukan hal mudah menertibkan umat yang datang dari beragam daerah dan tentu beragam adat juga. Tapi dalam panji islam mereka satu. Ada garda lain yang datang dengan mobil bertuliskan makanan gratis dari majelis ta’lim tertentu. Sebagian lain datang membawa alat kebersihan, bahkan membawa tanaman untuk mengganti jika ada tanaman yang rusak.
 Menjadi sangat bangga (sebagai muslim) melihat ulama, kyai, habaib bersatu untuk umat, mencintai umatnya. Dan umat menghormatinya. Umat islam meradang dan merasa sakit atas penistaan agama, maka kita harus ikut merasakannya dan memperjuangkannya. Syekh Ali Jaber rela mati di Indonesia demi membela al-Quran, dan itu adalah panggilan bagi pribumi untuk berjuang sekuat tenaga membela agama Allah. 
Kita berdemo menggunakan hak sebagai warga Negara Indonesia yang dilindungi oleh konstitusi. Musuh-musuh kita melihat sinis ke arah kita, sebagian justru menertawakan. Lupakan mereka. Sudah selayaknya kita bersama umat dalam segala bentuk; turun kelapangan atau sekurang-kurangnya hati kita menolak penistaan ini.  

Sudah seharusnya kita bersama umat, merasakan denyut nadi umat, merasakan kepedihan dan rasa terluka mereka.
 Allahu Akbar !!!

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Yahya Sinwar dan Naluri Kepahlawanan Ja’far bin Abi Thalib

  Ja’far bin Abi Thalib turun ke medan perang dengan keberanian, meski ada pesan tak biasa dari Nabi Muhammad bagi pasukan Mu’tah. Zaid bin Haritsah wafat, Ja’far langsung mengamankan panji Islam, tanda Islam tidak tunduk pada banyaknya pasukan Romawi. Tangan kanannya terputus, Ja’far hanya peduli pada panji Islam agar terus berkibar. Kibaran panji Islam bukan soal simbol belaka, ada kobaran semangat yang akan mendorong tiga ribu umat Islam yang berjibaku. Giliran tangan kiri Ja’far yang ditebas, sisa tangannya bersusah payah menarik kembali panji Islam agar tetap berkibar. Ja’far wafat dalam kondisi yang mengenaskan, panji dilanjutkan oleh Ibnu Rawahah dan berujung kematian juga untu dirinya. Khalid bin Walid hadir memberi angina segar dan mampu mengusir ratusan ribu pasukan romawi dari Mu’tah. Ja’far merupakan sahabat yang memiliki kapasitas kelas kakap, kemampuan bernegosiasi di hadapan Raja Najasyi berhasil mengamankan puluhan umat Islam di Ethiopia. Saat berduel dengan ped...

Jaminan Dewasa bukan Usia

Masalah dewasa selalu menjadi persoalan di tengah kebingungan orang menentukan standar apa yang harus dipahami. Soal standar dewasa ini memang sangat relatif. Sulit mencari sudut pandang yang objektif, sebab ukuran dewasa seseorang sangat banyak pertimbangannya. Melihat dari sudut satu tidak menutup perbedaan yang terbentang dari sudut pandang satunya. Belum lagi dilihat dari banyak ilmu yang berbicara tentang seperti apa dewasa sebenarnya. Bahkan saat kita mengatakan “masyarakat indonesia belum terlalu dewasa menyikapi masalah” , justru pernyataan itu akan berbalik. Dewasa kah orang yang mengatakan masyarakat belum dewasa? Dalam mata hukum misalnya, secara umum  batas usia seorang dewasa adalah 21 tahun. Tapi dalam undang-undang lainnya menentukan batas usia yang berbeda dalam memandang kedewasaan. Menurut sebagian ahli menyebut batas awal dewasa adalah usia 18 tahun. Sedangkan hukum Islam menyebut seorang baligh adalah dengan ihtilam, tumbuhnya rambut kemaluan dan usia t...

Perempuan Menutup Aurat atau Lelaki Menahan Nafsu?

Polemik patriarki selalu jadi tema pembahasan para feminism. Ada sudut pandang lain yang menurut mereka lelaki terlalu spesial dari perempuan.  Salah satunya soal perintah perempuan harus menutup aurat, lalu dihubungkan dengan soal tindakan kriminal, pemerkosaan dan menjaga kehormatan. Feminism melihat bukan soal perempuan yang harus menutup aurat, tapi lelakilah yang harus menahan nafsu. Dari sinilah perseteruan dimulai! Menurut saya, tidak ada polemik yang perlu diperpanjang, entah siapa yang memulai, tapi pembahasan ini seharusnya selesai sejak kedua titah itu dituliskan. Jika dilanjutkan, akhirnya muncul ribuan pertanyaan. Kenapa perempuan harus bertanggung jawab atas nafsu lelaki? Kenapa perempuan yang harus jaga diri dari lelaki, bukan sebaliknya? Dari pihak lain akan bertanya juga dengan konteksnya.  Menutup aurat itu kewajiban bagi perempuan, begitu juga menahan nafsu wajib bagi lelaki. Ego masing-masing yang membuat perdebatan ini tidak ada endingnya. Ada satu perspek...