Langsung ke konten utama

Membangun SDM Yang Produktif Dalam Pandangan Habibie

SDM produktif dalam pandangan Habibie

“Kalau saya harus ditawarkan. Saya memiliki keduanya, Imtak dan Iptek harus seimbang,”
BJ Habibie (Presiden Ketiga RI)
Sebagai syarat peradaban yang menggerakan syarat lainnya, manusia harus menjadi pemeran utama dalam panggung mulia ini. Seperti niat dalam ibadah mahdhoh, SDM adalah penentu sekaligus penggerak kebangkitan. Tanpanya, tanah (SDA) dan waktu yang akan mengatur kehidupan. Manusia mungkin akan hilang termakan erosi, atau kekayaan alam yang begitu besarnya akan dimakan pelapukan seperti benda mati lainnya.
Kualitas SDM sebagai actor pengolah alam menjadi penting diperhatikan. Terlebih, karena menurut Prof. Dr. Abdus Salam dalam bukunya ‘Sains dan Dunia Islam’ menyebutkan bahwa salah salah satu penyebab kemunduran keilmuan dalam Islam adalah sikap acuh umat Islam sendiri terhadap sains (ilmu pengetahuan). Padahal dalam Islam sendiri tidak ada dikotomi antara ilmu pengetahuan dan Islam. Sehingga IIP (Islamisasi Ilmu Pengetahuan) menurut DR. Adian Husaini harus menjadi langkah perlawanan atas propaganda Barat yang mendikotomikan antara sains dan agama.
Semakin lebarnya jarak antara kemampuan dan kepedulian terhadap ilmu (khususnya sains) adalah problem kita sekarang. Ditambah problem utama kita, enggannya menyandingkan perdaban dengan Islam.
Tepatlah apa yang disampaikan presiden RI ketiga BJ Habibie dalam pembukaan Internasional Conference on Islamic Education (ICIE) yang diselenggarakan oleh ITTHISAL di Surakarta pada Senin (10/10) siang. “Sumber Daya Alam kita tak bisa diandalkan sebab naik turunnya ditentukan oleh pasar, yang jelas sekarang itu mengandalkan Sumber Daya Manusia, tapi itu susah didapat,” tuturnya.
Menurutnya “Untuk menghasilkan SDM yang mempunyai produktifitas tinggi, berdaya saing global, serta mempunyai produktivitas den etos kerja tinggi, diperlukan sinergi dari tiga elemen. Yakni Budaya, Agama dan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi”. Jika semua bisa berjalan selaras maka akan menjadi lajur kebangkitan suatu bangsa. Tapi sebaliknya jika terjadi ketidakseimbangan antara ilmu dan sains, antara kombinasi ketiga elemen tersebut justru akan menjadi penyebab munculnya perpecahan yang berujung pada kehancuran suatu bangsa.
Oleh karena itu, esensi Din sebagai pilar peradaban dan kebudayaan adalah penting bagi umat. Agama Islam merupakan dasar utama bagi peradaban umat Islam, karena Islamlah yang menentukan arah orientasi peradaban dan kebudayaan umat Islam. Tentunya dengan tidak meninggalkan islamisasi ilmu pengetahuan demi melahirkan SDM yang unggul.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Yahya Sinwar dan Naluri Kepahlawanan Ja’far bin Abi Thalib

  Ja’far bin Abi Thalib turun ke medan perang dengan keberanian, meski ada pesan tak biasa dari Nabi Muhammad bagi pasukan Mu’tah. Zaid bin Haritsah wafat, Ja’far langsung mengamankan panji Islam, tanda Islam tidak tunduk pada banyaknya pasukan Romawi. Tangan kanannya terputus, Ja’far hanya peduli pada panji Islam agar terus berkibar. Kibaran panji Islam bukan soal simbol belaka, ada kobaran semangat yang akan mendorong tiga ribu umat Islam yang berjibaku. Giliran tangan kiri Ja’far yang ditebas, sisa tangannya bersusah payah menarik kembali panji Islam agar tetap berkibar. Ja’far wafat dalam kondisi yang mengenaskan, panji dilanjutkan oleh Ibnu Rawahah dan berujung kematian juga untu dirinya. Khalid bin Walid hadir memberi angina segar dan mampu mengusir ratusan ribu pasukan romawi dari Mu’tah. Ja’far merupakan sahabat yang memiliki kapasitas kelas kakap, kemampuan bernegosiasi di hadapan Raja Najasyi berhasil mengamankan puluhan umat Islam di Ethiopia. Saat berduel dengan ped...

Jaminan Dewasa bukan Usia

Masalah dewasa selalu menjadi persoalan di tengah kebingungan orang menentukan standar apa yang harus dipahami. Soal standar dewasa ini memang sangat relatif. Sulit mencari sudut pandang yang objektif, sebab ukuran dewasa seseorang sangat banyak pertimbangannya. Melihat dari sudut satu tidak menutup perbedaan yang terbentang dari sudut pandang satunya. Belum lagi dilihat dari banyak ilmu yang berbicara tentang seperti apa dewasa sebenarnya. Bahkan saat kita mengatakan “masyarakat indonesia belum terlalu dewasa menyikapi masalah” , justru pernyataan itu akan berbalik. Dewasa kah orang yang mengatakan masyarakat belum dewasa? Dalam mata hukum misalnya, secara umum  batas usia seorang dewasa adalah 21 tahun. Tapi dalam undang-undang lainnya menentukan batas usia yang berbeda dalam memandang kedewasaan. Menurut sebagian ahli menyebut batas awal dewasa adalah usia 18 tahun. Sedangkan hukum Islam menyebut seorang baligh adalah dengan ihtilam, tumbuhnya rambut kemaluan dan usia t...

Perempuan Menutup Aurat atau Lelaki Menahan Nafsu?

Polemik patriarki selalu jadi tema pembahasan para feminism. Ada sudut pandang lain yang menurut mereka lelaki terlalu spesial dari perempuan.  Salah satunya soal perintah perempuan harus menutup aurat, lalu dihubungkan dengan soal tindakan kriminal, pemerkosaan dan menjaga kehormatan. Feminism melihat bukan soal perempuan yang harus menutup aurat, tapi lelakilah yang harus menahan nafsu. Dari sinilah perseteruan dimulai! Menurut saya, tidak ada polemik yang perlu diperpanjang, entah siapa yang memulai, tapi pembahasan ini seharusnya selesai sejak kedua titah itu dituliskan. Jika dilanjutkan, akhirnya muncul ribuan pertanyaan. Kenapa perempuan harus bertanggung jawab atas nafsu lelaki? Kenapa perempuan yang harus jaga diri dari lelaki, bukan sebaliknya? Dari pihak lain akan bertanya juga dengan konteksnya.  Menutup aurat itu kewajiban bagi perempuan, begitu juga menahan nafsu wajib bagi lelaki. Ego masing-masing yang membuat perdebatan ini tidak ada endingnya. Ada satu perspek...