Langsung ke konten utama

Lunturnya Identitas Berpikir (3)

"Ibarat keadaan ~identitas yang luntur~ itu mulai mencari pegangan, maka tetaplah menyebar kebaikan hingga kita berikan pegangan terbaik yang erat dan bernilai"  @azharrijal

Sebuah ideologi memiliki peran besar dalam kehidupan sebuah bangsa atau komunitas. Tidak diragukan lagi, sebuah negara yang akan mulai melangkah denga peradabannya akan memilih ideologi yang akan menemaninya kedepan. Begitu kehidupan individu setiap kita memiliki hak untuk menjatuhkan pilihan ideologinya. Hal yang diyakini akan mengantarkan kepada kehabagiaan yang abadi dan kesejahteraan yang diharapkan.

Termasuk Indonesia sebagai bangsa yang lama terjajah (hingga 3 abad lebih). Hingga 71 tahun merdeka masyarakat seperti linglung kemana arah hidup mereka. Disamping negara yang justru menjadi kacung asing, identitas masyarakat kini mulai dipertanyakan. Seakan identitas sebuah ideologi bisa dibeli dengan seperangkat SEMBAKO. Keyakinan menjadi sangat murah untuk dibangga-banggakan. Mungkin mereka berpikir "lebih baik mati tanpa identitas dari pada kelaparan".

Keresahan masyarakat Indonesia semakin lengkap dengan dimunculkan isu-isu yang seharusnya tidak perlu dimunculkan di media-media mainstream. Bentrok antar suku dan kegagalan agama terus saja digemborkan sebagai biang pertikaian antar kita. Disaat yang sama kita sedang direnggut dari berbagai hal yang bisa kita pegang. 

Keadaan kita yang jauh dari kata merdeka semakin parah dengan murahnya harga diri. Ibarat masyarakat Indonesia sekarang seperti akan tenggelam di tengah lautan. Sedang negara sebagai perahunya sudah tidak bisa berbuat apa-apa kecuali menonton hingga akhirnya tenggelam. Lalu kita yang mulai akan tenggelam terus mencari apapun yang bisa kita pegang erat. Ada pohon pisang yang mengambang lalu dirangkulnya, ada rerumputa dirangkulnya pula, apapun itu akan menjadi pegangan orang-orang yang mulai tenggelam.

Disinilah sebuah identitas berpikir dipertanyakan. Tidakah kita pernah berpikir untuk "mencegah dari pada mengobati". Tidakah kita mulai mengejarkan anak-anak untuk memegang erat keyakinan yang utuh kepada yang Maha Esa. Sehingga saat kita akan tenggelam, kita akan tenggelam dengan tenang bersama identitas kita yang benar dihadapanNya. 

Lanjutkan dakwah !

Dakwah yang tak kekang oleh zaman dan rintangan memang benar adanya. Bagaimanapun keadaannya kebaikan harus disampaikan, ajakan kepada PANCASILA sila ke-1 harus tetap digalakan. Dengan harapan ketika masyarakat mulai bingung mencari pegangan, maka kita sudah siap mengajaknya kepada "Ketuhanan Yang Maha Esa". Dan inilah sebuah kesempatan yang jika kita lengah maka "identitas yang luntur" itu akan menjadi milik kerakusan dan kezaliman. 

Selanjutnya adalah pencegahan melalui perawatan perahu yang sedang kita tumpangi. Jangan biarkan awak perahu lain ikut menyetir perahu kita, karena mereka tidak pernah tahu kemana arah kita berlayar. Terus dampingi nahkoda negeri ini, tidak ada perebutan kekuasaan. Kita awasi pemerintahan untuk sebuah keyakinan yang nantinya akan dipertanggung jawabkan. 

Tetap bergerak meski tertekan. Langkahkan kaki meskipun sedikit. Karena kita tidak pernah tahu kapan identitas mereka bahkan kita sendiri mulai luntur. Menjaga dakwah ini stagnan dan istiqomah, tapi kualitasnya tetap ditingkatkan mengikuti kebutuhan zaman. Bukan semata milik individu, tapi suatu saat perjalanan ini akan digerakan oleh kebersamaan meski tidak saling mengenal, merangkak meski selangkah seabad tapi bernilai dihadapanNya karena sebuah niat.


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Yahya Sinwar dan Naluri Kepahlawanan Ja’far bin Abi Thalib

  Ja’far bin Abi Thalib turun ke medan perang dengan keberanian, meski ada pesan tak biasa dari Nabi Muhammad bagi pasukan Mu’tah. Zaid bin Haritsah wafat, Ja’far langsung mengamankan panji Islam, tanda Islam tidak tunduk pada banyaknya pasukan Romawi. Tangan kanannya terputus, Ja’far hanya peduli pada panji Islam agar terus berkibar. Kibaran panji Islam bukan soal simbol belaka, ada kobaran semangat yang akan mendorong tiga ribu umat Islam yang berjibaku. Giliran tangan kiri Ja’far yang ditebas, sisa tangannya bersusah payah menarik kembali panji Islam agar tetap berkibar. Ja’far wafat dalam kondisi yang mengenaskan, panji dilanjutkan oleh Ibnu Rawahah dan berujung kematian juga untu dirinya. Khalid bin Walid hadir memberi angina segar dan mampu mengusir ratusan ribu pasukan romawi dari Mu’tah. Ja’far merupakan sahabat yang memiliki kapasitas kelas kakap, kemampuan bernegosiasi di hadapan Raja Najasyi berhasil mengamankan puluhan umat Islam di Ethiopia. Saat berduel dengan ped...

Jaminan Dewasa bukan Usia

Masalah dewasa selalu menjadi persoalan di tengah kebingungan orang menentukan standar apa yang harus dipahami. Soal standar dewasa ini memang sangat relatif. Sulit mencari sudut pandang yang objektif, sebab ukuran dewasa seseorang sangat banyak pertimbangannya. Melihat dari sudut satu tidak menutup perbedaan yang terbentang dari sudut pandang satunya. Belum lagi dilihat dari banyak ilmu yang berbicara tentang seperti apa dewasa sebenarnya. Bahkan saat kita mengatakan “masyarakat indonesia belum terlalu dewasa menyikapi masalah” , justru pernyataan itu akan berbalik. Dewasa kah orang yang mengatakan masyarakat belum dewasa? Dalam mata hukum misalnya, secara umum  batas usia seorang dewasa adalah 21 tahun. Tapi dalam undang-undang lainnya menentukan batas usia yang berbeda dalam memandang kedewasaan. Menurut sebagian ahli menyebut batas awal dewasa adalah usia 18 tahun. Sedangkan hukum Islam menyebut seorang baligh adalah dengan ihtilam, tumbuhnya rambut kemaluan dan usia t...

Perempuan Menutup Aurat atau Lelaki Menahan Nafsu?

Polemik patriarki selalu jadi tema pembahasan para feminism. Ada sudut pandang lain yang menurut mereka lelaki terlalu spesial dari perempuan.  Salah satunya soal perintah perempuan harus menutup aurat, lalu dihubungkan dengan soal tindakan kriminal, pemerkosaan dan menjaga kehormatan. Feminism melihat bukan soal perempuan yang harus menutup aurat, tapi lelakilah yang harus menahan nafsu. Dari sinilah perseteruan dimulai! Menurut saya, tidak ada polemik yang perlu diperpanjang, entah siapa yang memulai, tapi pembahasan ini seharusnya selesai sejak kedua titah itu dituliskan. Jika dilanjutkan, akhirnya muncul ribuan pertanyaan. Kenapa perempuan harus bertanggung jawab atas nafsu lelaki? Kenapa perempuan yang harus jaga diri dari lelaki, bukan sebaliknya? Dari pihak lain akan bertanya juga dengan konteksnya.  Menutup aurat itu kewajiban bagi perempuan, begitu juga menahan nafsu wajib bagi lelaki. Ego masing-masing yang membuat perdebatan ini tidak ada endingnya. Ada satu perspek...