Manusia penghuni alam jagat ini sama statusnya dengan makhluk lain. Tapi lebih memiliki keahlian khusus dan kelebihan yang tidak dimiliki lainnya. Ia juga diberi jabatan sebagai khalifah di muka bumi (Albaqarah : 30). Meski banyak perdebatan tentang makna khalifah. Sebagian besar ulama menganggap bahwa manusia tidak hanya pengganti orang lain. Tapi ia juga khalifatullah (pengganti Allah) dalam artian khalifah bertindak dan berbuat sesuai dengan perintah Allah.
Kekhususan manusia juga terletak pada segi fitrah. Cirinya adalah bahwa manusia menerima Allah sebagai Tuhan. Dengan kata lain manusia memiliki kecenderungan kepada agama. Dan itu agama Allah, karena agama sebagian dari fitrahnya. Jadi naluri seorang manusia ketika lahir adalah islam. Tapi ada potensi manusia tidak menjadi muslim. Karena faktor eksternal/alam/lingkungan. Tapi tetap identitas manusia saat lahir adalah sebagaimana ruh ditanya dalam kandungan.
Pandangan seperti ini mungkin akan brrtentangan dengan sebagian ahli psikologi dan biologi yang menekankan adanya unsur jahat yang berasal dari bakat manusia. Karena jika begitu tidak ada kezaliman yang akan dianggap jahat, karena mungkin saja (kejahatan) itu adalah bakat pada diri seorang broker. Jika begitu standar baik dan buruk akan rancu. Tidak ada orang yang berniat baik di muka bumi kecuali hanya bakat turunan sebagaimana orang berniat jahat. Nilai hukum akan menjadi nihil di dunia ini.
Islam memang mengakui pengaruh lingkungan atas perkembangan fitrah. Tapi tidak menganggap seseorang itu lahir dengan sifat asal yang netral. Atau beranggapan bahwa manusia bukan baik bukan juga jahat semenjak lahir. Lingkungan secara penuh memegang kendali "tabula rasa" yang putih seperti kertas. Seperti kata Skinner (1953) “manusia hanya mewarisi berbagai gerak refleks. Agama dan berbagai aspek tingkah laku dapat diterangkan menurut faktor-faktor lingkungan”. Lingkungan memiliki peranan penting, tapi Al-quran tidak menganggap satu-satunya faktor. Karena isteri Firaun adalah seorang yang beriman dalam lingkungan yang penuh penyelewengan dan kekufuran.
Dengan begini manusia seharusnya diajak untuk berpikir kepada fitrahnya asalnya. Seorang murid harus diajarkan tentang kebaikan, dan diberitahukan tentang kebenaran. Bukan diberi pilihan pemikiran mana dan langkah mana yang akan diambil. Mahasiswa hanya diajak oleh dosennya untuk berpikir apakah Allah itu ada dengan berbagai teori ilmiah, bukan digiring kepada kebenaran bahwa Allah itu wujud.
Jika pendidikan kita justru memberikan kebebasan kepada muridnya. Maka sama saja dengan menganggap seorang anak itu netral, tidak memiliki unsur baik dan jahat. Sehingga pengajaran hanya berkesan membentuk personalitas yang dikehendaki. Melalui proses pelajaran ini si anak boleh menjadi seorang Sarjana hukum atau seorang pembunuh, menjadi seorang ulama atau pendusta.
Pendidikan itu mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia seutuhnya bukan melepaskannya bergelut dengan pemikiran yang salah atau mengobrak-abrik kebenaran yang utuh (Alquran). Pendidikan itu meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta ahlak mulia sebgaimana tujuan pendidikan nasional dalam UUD 1945.
Oleh karenanya konsep fitrah dalam islam memiliki peranan penting dalam kehidupan manusia kedepan. Dalam dunia pendidikan dan sebagai identitas berpikir ini menjadi sangat urgen. Karena fitrah kita diajak kepada kebaikan, dan karena fitrah kita meninggalkan kejahatan. Apa jadinya (dunia) jika menganggap sifat asal manusia netral atau memiliki bakat jahat ?
Wallahua'lam.
Komentar
Posting Komentar