Langsung ke konten utama

Jangan Salahkan Aku...

Oleh : Azhar Fakhru Rijal

Jangan salahkan aku...

Karena buruknya rupa jasadku
Pohon tumbuh dan layu tak berbuah
Ia mahal tak terhargakan dan sampah sesampah-sampahnya
Hujan disanjung sebab kemarau yang panjang
Dan keringku adalah hujanku,
Dunia terlalu kecil jika hanya mendendangkan api dan air

Jangan salahkan aku...

Karena minornya popularitasku
Terkadang teh hangat manis dicampakan ibu kota
MSG, formalin pun diasingkan dari pedesaan
Tapi keduanya diterima oleh si bijak yang dicap serakah
Dan hilang entah kemana di mata populer

Jangan salahkan aku...

Karena gamangnya langkahku
Sejak dulu lautan tak pernah biru di kacamata hitammu
Termakan polusi mengajak ego mengangkat pragmatis kekinian
Akhirnya medioker selalu kalah
Tidak replika kehidupan sebagimana premier league mengejutkan
Leicester tetap juara karena usaha
But "form is temporrary and class is permanent"

Jangan salahkan aku...

Karena debu dompet abu ku
Pohon jati terlalu lama tuk ditanam
Tahun ke 3 mungkin jati punah dan tumbang
Atau hilang dimakan mafia rakus harta
Untuk apa kau menanam jati wahai pekebun ?

Jangan salahkan aku...

Karena jauhnya jarak pandang mataku
Sekarang hati semakin omong kosong
Penggusuran dan reklamasi, adakah tindakan hati ?
Jangan kalian samakan bebek unggul dengan manusia
Keduanya memiliki hati yang gurih untuk dimakan
Jejali mulut manusia dengan obrolan hati
Obrolan yang tak kunjung usai
Meski kau tunggu ateis berbicara tuhan
Dan kita bingung dengan kebenaran ? Siapa pejuang ? Mana kemerdekaan ?
Tidak, karena hati sudah hilang

Jangan salahkan aku...

Karena bodohnya isi kepalaku
Ratu semut adalah ratu di depan istana tanahnya
Tapi Sulaiman raja di kalangan jin dan binatang
Kuantitasnya terlepas jauh berbeda
Tapi porsi Sulaiman tidak memakan hidangan Ratu semut
Karena "kekayaan terbesar adalah terpelajar" gumam Ki Hajar Dewantara

Jangan salahkan aku...

Karena bobroknya adabku
Galau ini mulai dalam hanya karena di hulu air sangat deras
Perhatianku terlihat habis dikikis panjangnya silsilah air ke hilir
Tapi itu ada.. wujudnya kecil dan terhalang. Dan itu ada
Mengapa ? Karena hati ini diajarkan tetap merasa dan melihat
Hatiku kembali berteriak.. "perhatikanlah, karena hatinya layak jadi bagianmu"

Jangan salahkan aku...

Karena bajuku bernoda agama
Objektif hanya nonsense semata
Karena dulunya kita sudah hidup dan sekarang masih hidup
Takan terlelap mata tuhan tentang egoku
Syukurnya, cukup sadarku obat rindu ini
Bahwa selamanya ego hanya plakat murahan

Jangan salahkan aku...

Karena sombongku sebesar dzaroh dan kebaikanku lebih kecil dari dzaroh
Tapi hidup ini masih sebesar dua telapak tangan
Dzaroh tadi mungkin ada di kelingkingku
Mungkin ku buang dan isi sepuluh jari kebaikan, atau dzarroh tadi akan terkumpul segunduk kesombongan Ramses 3
Dan aku baik, kamu baik seluruhnya menjadi baik

Jangan salahkan aku...

Karena tingkahku terlihat koreo murahan
Tapi saat itulah teori "rekayasa cinta" diyakini sebagai salah satu mazhab cinta
Biarlah pandangan ini rabun hancur
Rasulpun pernah merasakannya, hingga akhirnya perintah itu datang.
Dan hadirlah sebuah kisah cinta yang bertebaran di muka bumi

Jadi salahkan kebodohan dan keegoanku yang terlarut bercampur dengan nadi
Acuhkan kebaikan yang kecil itu, terlalu naif keburukanku menutupnya
Salahkan pula janji palsuku, terlelap di matamu, tapi tulang rusuk terlalu sempit untuk janji melarikan diri
Berterima kasihlah pada ketidaklayakan ini
Inilah ajaran cinta sebenarnya.
Tuhan masih lembutkan hatiku, tangiskan mataku dan dituntut untuk cinta yang dulu.

Atau mungkin tulisan ini hanya karena kafein yang beradu dengan masalah timurtengah sana.
Hiraukan saja !

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Yahya Sinwar dan Naluri Kepahlawanan Ja’far bin Abi Thalib

  Ja’far bin Abi Thalib turun ke medan perang dengan keberanian, meski ada pesan tak biasa dari Nabi Muhammad bagi pasukan Mu’tah. Zaid bin Haritsah wafat, Ja’far langsung mengamankan panji Islam, tanda Islam tidak tunduk pada banyaknya pasukan Romawi. Tangan kanannya terputus, Ja’far hanya peduli pada panji Islam agar terus berkibar. Kibaran panji Islam bukan soal simbol belaka, ada kobaran semangat yang akan mendorong tiga ribu umat Islam yang berjibaku. Giliran tangan kiri Ja’far yang ditebas, sisa tangannya bersusah payah menarik kembali panji Islam agar tetap berkibar. Ja’far wafat dalam kondisi yang mengenaskan, panji dilanjutkan oleh Ibnu Rawahah dan berujung kematian juga untu dirinya. Khalid bin Walid hadir memberi angina segar dan mampu mengusir ratusan ribu pasukan romawi dari Mu’tah. Ja’far merupakan sahabat yang memiliki kapasitas kelas kakap, kemampuan bernegosiasi di hadapan Raja Najasyi berhasil mengamankan puluhan umat Islam di Ethiopia. Saat berduel dengan ped...

Jaminan Dewasa bukan Usia

Masalah dewasa selalu menjadi persoalan di tengah kebingungan orang menentukan standar apa yang harus dipahami. Soal standar dewasa ini memang sangat relatif. Sulit mencari sudut pandang yang objektif, sebab ukuran dewasa seseorang sangat banyak pertimbangannya. Melihat dari sudut satu tidak menutup perbedaan yang terbentang dari sudut pandang satunya. Belum lagi dilihat dari banyak ilmu yang berbicara tentang seperti apa dewasa sebenarnya. Bahkan saat kita mengatakan “masyarakat indonesia belum terlalu dewasa menyikapi masalah” , justru pernyataan itu akan berbalik. Dewasa kah orang yang mengatakan masyarakat belum dewasa? Dalam mata hukum misalnya, secara umum  batas usia seorang dewasa adalah 21 tahun. Tapi dalam undang-undang lainnya menentukan batas usia yang berbeda dalam memandang kedewasaan. Menurut sebagian ahli menyebut batas awal dewasa adalah usia 18 tahun. Sedangkan hukum Islam menyebut seorang baligh adalah dengan ihtilam, tumbuhnya rambut kemaluan dan usia t...

Perempuan Menutup Aurat atau Lelaki Menahan Nafsu?

Polemik patriarki selalu jadi tema pembahasan para feminism. Ada sudut pandang lain yang menurut mereka lelaki terlalu spesial dari perempuan.  Salah satunya soal perintah perempuan harus menutup aurat, lalu dihubungkan dengan soal tindakan kriminal, pemerkosaan dan menjaga kehormatan. Feminism melihat bukan soal perempuan yang harus menutup aurat, tapi lelakilah yang harus menahan nafsu. Dari sinilah perseteruan dimulai! Menurut saya, tidak ada polemik yang perlu diperpanjang, entah siapa yang memulai, tapi pembahasan ini seharusnya selesai sejak kedua titah itu dituliskan. Jika dilanjutkan, akhirnya muncul ribuan pertanyaan. Kenapa perempuan harus bertanggung jawab atas nafsu lelaki? Kenapa perempuan yang harus jaga diri dari lelaki, bukan sebaliknya? Dari pihak lain akan bertanya juga dengan konteksnya.  Menutup aurat itu kewajiban bagi perempuan, begitu juga menahan nafsu wajib bagi lelaki. Ego masing-masing yang membuat perdebatan ini tidak ada endingnya. Ada satu perspek...