Standar ganda selalu menjadi topik yang menggelitik panca indera manusia. Kecuali mereka yang sudah dicekoki rupiah yang jumlahnya tidak senilai dengan apa yang harus ditegakan. Berdalih keadilan dan HAM tragedi ini justru lebih sering terjadi. Lumrahnya ketidak adilan jelas terjadi karena standar buatan manusia yang tidak lebih baik sebagaimana standar yang Allah ciptakan.
Tapi letak kesalahannya tidak hanya pada titik tersebut. Lebih kepada sikap dan komitmen dalam melangsungkan standar yang diyakininya akan membawa kepada sejahtera. Dan lebih penting adalah kekebalan harga diri yang anti sogok.
Kita bisa contoh Amerika sebagai pelaku “double standard”. Demokrasi yang digemboskan dan dibangga-banggakan barat sebagai sarana mendapat kematangan hidup sepertinya gagal total. Sebagai negara adikuasa Amerika merasa pemilik dunia seluruhnya. Melintas saja satu peradaban akan bersaing, alasan yang seluas hutan bakal mereka lontarkan demi menjatuhkan. Bukan hanya Islam tapi Cina yang mulai merangsek akan diawasi terus. HAM jadi senjata kuat mereka untuk menghancurkan negara-negara belahan timur pasca serangan WTC.
Setidaknya Amerika sebagai aktor bisa berlaga so pahlawan atas nama HAM. Tapi justru mereka mencederai prinsipnya sendiri. Alqaeda yang dulu kawan bersama melawan Uni Soviet justru jadi bahan lelucon untuk dihabisi. Israel yang jelas mengalirkan darah anak Palestina justru Amerikalah penyokong senjatanya. Dan sepatah katapun tidak pernah mereka bersuara untuk setidaknya berpura-pura membela HAM. Kasus Myanmar pun mereka bisu.
Penyakit “double standard” sudah jadi khas barat yang sangat akut yang awan akan menganggapnya lumrah. Sebagai peradaban yang sedang naik daun (secara materi) barat telah memberi contoh yang tidak baik. Akibatnya negara-negara lain ikut bersuara HAM tapi disitu pula HAM dilecehkan. Indonesia termasuk yang sering ber-standar ganda khususnya dalam hal hukum. Ras dan Sara selalu menjadi perbandingan yang mengangkat bagian lainnya dalam hukum. Francis juga kena virusnya, yang mulai melarang hijab (cadar) bagi muslimah beberapa tahun lalu. Intinya HAM itu hanya “cover” isinya “anti-HAM”.
“Double Standard” Menimpa UEFA
Tiga minggu ke belakang laga Liverpool vs MU di 32 besar Liga Eropa menJadi perhatian banyak publik. Bukan hanya seteru abadi antarkedua klub, tapi “chant” yang menghina oleh supporter kedua klub. Kejadian itu terjadi saat MU tandang ke Anfield. Fans MU seperti tidak ada tajinya di depan kopites yang menyanyikan chant. Dan tuan rumah menang dengan skor 3 - 1. Tapi di tengah pertandingan dans MU menyanyikan chant yang menyinggung tragedi “Hillsborough” dengan kalimat “the Hillsborough disaster” yang berarti menuduh kopites sebagai biang kemalangan tragedi tersebut. Padahal keputusan hakim sudah melepaskan dakwaan dari supporter Liverpool. Ditambah lagi dengan sikutan Fellaini terhadap Can di akhir laga. Dua kejadian tersebut disampaikan kepada UEFA dan hanya diam.
Leg ke 2 di Old trafford MU belum dapat hukuman apapun. Bahkan Fellaini masih bisa bermain. Dan saat itu kopites liverpool melagukan chant “manchester is full of sh*t”. Lalu beberapa minggu kemudian LFC mendapat dakwaan dari UEFA. Sedangkan MU tidak dapat hukuman apapun begitu juga Fellaini yang dengan sengaja menyikut Can masih bisa bermain. Padahal di tahun sebelumnya Markovic (liverpool) di liga yang sama tangannya pernah dengan “tidak sengaja” mengenai wajah pemain lain. Lalu dikenai sanksi larangan bermain 3 game.
Dalam hal ini saya tidak berbicara masalah pertandingan bola yang bisa kita tonton ulang di youtube. Atau sebagai supporter LFC (kopites/bigreds). Tapi hanya ingin meyakinkan perihal semakin luasnya “double standard” ala barat yang mulai merambah dunia sepak bola (UEFA). Dalam kasus tadi standar hukuman kepada LFC berbeda dengan MU. Hal seperti ini tidak bisa kita maklumi sebagaimana memaklumi keputusan wasit yang harus spontan menghakimi detik itu juga di lapangan. Tapi UEFA punya waktu dan kesempatan untuk mengkaji. Dan hasilnya justru mengecewakan.
Maka tidak asing lagi jika standar-standar hukuman di beberapa tempat di belahan dunia sudah tidak punya pendirian. Mereka yang buat mereka juga yang langgar. Sikap barat yang Kini manusia semakin sulit mendapat keadilan hukum. Seberapa kuatpun bukti keputusan tetap ada di 5 negara penguasa PBB. Bahkan demokrasi yang mereka angkat untuk menyelamatkan manusia itu cuma omong kosong. PBB sendiri walaupun terjadi musyawarah tetap keputusan akhir ada di negara penguasa. Negara yang menguasai PBB tidak pernah memberikan kebebasan kepada negara lain.
HAM dan kebebasan benar-benar pepesan kosong cara barat meyakinkan manusia untuk berlindung di bawah naungan mereka. Terlalu berat bagi Amerika berlaku adil. Mereka harus melepas kekayaan di timur tengah dan lebih memilih manusia berlumuran darah. Apa ini yang disebut kebebasan ? Mana HAM ? Palestina tidk pernah bebas memilih keinginannya, Syria juga selalu dalam konflik, belum lagi muslim Rohingnya. Apa pernah Amerika menggalang dana untuk negara tersebut sebagaimana mereka menjadi donatur terbesar Israel. Omong kosong apalagi yang akan kau dustakan ??
Lalu siapa lagi yang akan terkena virus selanjutnya ?
Komentar
Posting Komentar