Langsung ke konten utama

Menggaungkan Aroma Kemenangan Pemuda

“Didik dan bimbinglah pemuda-pemuda kita, karena mereka pewaris masa depan kita. Islam memang selamanya akan tegak berdiritak terkalahkan. Namun tidak mustahil akan sirna dan lingkungan kita untuk timbul di tempat lain. Pemeliharaan tidak hanya pada waktu kini, tetapi juga untuk masa yang akan datang. Jangan dilupakan bahwa tidak semua orang menyukai Islam. Di sini letak arti dari suatu perjuangan. Dan untuk perjuangan ini kedudukan pemuda sangatlah penting. Mereka akan mengarungi hidup di masa yang akan datang, saat mana kita yang tua-tua ini sudah tidak ada lagi,” -KH M. Hasyim Asy'ari-
Gaungan azan menembus Spanyol tak terbatas hingga tetangga. Afrika jadi tempat bermain pemuda gagah pemberani. Debu yang mengepul dari kaki kuda berlarian hingga India dan China. Perjuangan yang dilangsungkan oleh generasi pertama bersama Rasulullah, sahabat hingga tabiin dan tabiut tabiin.
Semboyan pemuda pewaris negara, penerus dakwah, pemangku ilmu sudah bahan ocehan guru sesepuh kita sejak dulu. Tanpa disampaikan, telinga pemuda dari zaman ke zaman sudah bising dengan kalimat tersebut. Kesadaran akan sebuah pesan belum bertransformasi kepada kehidupan nyata yang penuh dusta. Implikasi teori yang terlihat bohong itu kini benar-benar bohong.
Dengan semakin majunya ilmu dan alat kehidupan peran pemuda dituntut untuk lebih berkembang lagi. Tidak bisa kita berjalan di marwah masing-masing sedang yang lain berjamaah. Benarlah pepatan Ali bin Abi Thalib “kebaikan yang tidak terorganisir akan kalah oleh kejahatan yang tidak terorganisir”. Prinsip akidah islam dalam agama dan persatuan Indonesia dap bernegara harua jadi sandaran kita untuk maju bersama.
Sebagaimana tesis yang bertema dan terdiri dari sub-tema yang beragam. Maka pemuda yang memiliki prinsip yang sama berhak memajukan negara dengan berbagai keunggulan yang dimiliki. Biarlah mahir fisika mendalaminya agar menjadi pakar dan bermanfaat untuk agama dan negara, kita juga butuh pemuda yang mendalami ilmu pemerintahan agar negara ini tidak linglung dengan hukum tata negaranya sendiri.
Layaknya pemuda sadar dengan potensi sekawannya. Ego yang dulu ingin jadi ilmuwan segala bidang cukup untuk diperdebatkan. Karena keinginan anak kecil hanya menjadi pilot saja atau tentara saja. Terkadang anak-anak lebih realistis dalam hal ini. Tapi pemuda punya tujuan meski idealisme yang beku belum larut mencair menjadi harapan yang bisu.
Pemuda punya kesempatan untuk melakukan perubahan kepada hal yang lebih baik. Kriteria untuk membangun peradaban sudah dipenuhi oleh pemuda. Seakan harapan itu mulai terlihat ujung rambutnya selama pemuda masih ada, sebagaimana Hasan Al-banna menguraikan ““Sesungguhnya sebuah pemikiran itu akan berhasil diwujudkan manakala kuat rasa keyakinan kepadanya, ikhlas dalam berjuang di jalannya, semangatdalam merealisasikannya, dan kesiapan untuk beramal serta berkorban dalam mewujudkannya. Keempat rukun ini, yakni iman, ikhlas, semangat, dan amal (serta pengorbanan) merupakan karakter yang melekat pada pemuda. Karena sesungguhnya dasar keimanan itu adalah nurani yang menyala, dasar keikhlasan adalah hati yang bertakwa, dasar semangat adalah perasaan yang menggelora, dan dasar amal (dan pengorbanan) adalah kemauan yang kuat. Hal itu semua tidak terdapat kecuali pada diri pemuda.”
Semangat juang dan pengorbanan yang hilang harus segera dibungkus dan dibagikan kepada setiap komponen pemuda yang berjuang di orbitnya masing-masing. Dan biarlah iman dna ikhlas yang akan menyatukan perbedaan duniawi kita. Yang akan merespon penuh segenap kekuatan yang ada. Yang akan mengoptimalkan komponen pemuda dimanapun mereka belajar.
Sepertinya aroma yang dijanjikan sudah mulai tercium. Pemuda mulai berlomba dalam mengenyam pendidikan di segala bidang. Butuh suntikan keimanan dan keikhlasan agar keunggulan bisa menyeluruh. Bahkan gelombang tsunami takan cukup meluluh lantakkan kekuatan yang sedang berjibaku menempuh kemenangan.


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Yahya Sinwar dan Naluri Kepahlawanan Ja’far bin Abi Thalib

  Ja’far bin Abi Thalib turun ke medan perang dengan keberanian, meski ada pesan tak biasa dari Nabi Muhammad bagi pasukan Mu’tah. Zaid bin Haritsah wafat, Ja’far langsung mengamankan panji Islam, tanda Islam tidak tunduk pada banyaknya pasukan Romawi. Tangan kanannya terputus, Ja’far hanya peduli pada panji Islam agar terus berkibar. Kibaran panji Islam bukan soal simbol belaka, ada kobaran semangat yang akan mendorong tiga ribu umat Islam yang berjibaku. Giliran tangan kiri Ja’far yang ditebas, sisa tangannya bersusah payah menarik kembali panji Islam agar tetap berkibar. Ja’far wafat dalam kondisi yang mengenaskan, panji dilanjutkan oleh Ibnu Rawahah dan berujung kematian juga untu dirinya. Khalid bin Walid hadir memberi angina segar dan mampu mengusir ratusan ribu pasukan romawi dari Mu’tah. Ja’far merupakan sahabat yang memiliki kapasitas kelas kakap, kemampuan bernegosiasi di hadapan Raja Najasyi berhasil mengamankan puluhan umat Islam di Ethiopia. Saat berduel dengan ped...

Jaminan Dewasa bukan Usia

Masalah dewasa selalu menjadi persoalan di tengah kebingungan orang menentukan standar apa yang harus dipahami. Soal standar dewasa ini memang sangat relatif. Sulit mencari sudut pandang yang objektif, sebab ukuran dewasa seseorang sangat banyak pertimbangannya. Melihat dari sudut satu tidak menutup perbedaan yang terbentang dari sudut pandang satunya. Belum lagi dilihat dari banyak ilmu yang berbicara tentang seperti apa dewasa sebenarnya. Bahkan saat kita mengatakan “masyarakat indonesia belum terlalu dewasa menyikapi masalah” , justru pernyataan itu akan berbalik. Dewasa kah orang yang mengatakan masyarakat belum dewasa? Dalam mata hukum misalnya, secara umum  batas usia seorang dewasa adalah 21 tahun. Tapi dalam undang-undang lainnya menentukan batas usia yang berbeda dalam memandang kedewasaan. Menurut sebagian ahli menyebut batas awal dewasa adalah usia 18 tahun. Sedangkan hukum Islam menyebut seorang baligh adalah dengan ihtilam, tumbuhnya rambut kemaluan dan usia t...

Perempuan Menutup Aurat atau Lelaki Menahan Nafsu?

Polemik patriarki selalu jadi tema pembahasan para feminism. Ada sudut pandang lain yang menurut mereka lelaki terlalu spesial dari perempuan.  Salah satunya soal perintah perempuan harus menutup aurat, lalu dihubungkan dengan soal tindakan kriminal, pemerkosaan dan menjaga kehormatan. Feminism melihat bukan soal perempuan yang harus menutup aurat, tapi lelakilah yang harus menahan nafsu. Dari sinilah perseteruan dimulai! Menurut saya, tidak ada polemik yang perlu diperpanjang, entah siapa yang memulai, tapi pembahasan ini seharusnya selesai sejak kedua titah itu dituliskan. Jika dilanjutkan, akhirnya muncul ribuan pertanyaan. Kenapa perempuan harus bertanggung jawab atas nafsu lelaki? Kenapa perempuan yang harus jaga diri dari lelaki, bukan sebaliknya? Dari pihak lain akan bertanya juga dengan konteksnya.  Menutup aurat itu kewajiban bagi perempuan, begitu juga menahan nafsu wajib bagi lelaki. Ego masing-masing yang membuat perdebatan ini tidak ada endingnya. Ada satu perspek...