Langsung ke konten utama

Mencari Celah Kemenangan


Sebab lain pertarungan politik penghabisan (islam) adalah menyempitnya pemahaman ibadah. Para pemimpin dan muslimin mulai memandang bahwa ibadah hanya ada di seputar masjid, Alquran dan sajadah. Sedang agenda besar umat yang menjadi penyangga agama dilupakan ; politik, ekonomi, tata negara dan pengembangan keilmuan tidak lagi dianggap ibadah.
Musnah sudah ruh islam dalam aktivitas politik para penguasa. Warga tidak lagi peduli dengan pengawasan terhadap penguasa dan tidak lagi saling menasihati. Alih-alih menasihati justru begerak tanpa kaidah islam yang sejak dulu diajarkan.
Aliran akidah yang menyimpang semakin subur hingga memboroskan energi umat yang seharusnya difokuskan untuk menara dunia ini. Banyak muslim tenggelam dalam dzikir yang berlebihan sehingga melupakan ekonomi dan institusi negara. Lembaga-lembaga yang memiliki kekuatan dan kebijakan hanya dipegang oleh budak perut dan materi.
Keilmuan dan pintu ijtihad yang selama ini menjadi mata air peradaban kelimuan umat menjadi tertutup rapat. Setiap ulama berijtihad dianggap melakukan dosa besar. Bahkan mereka yang jumud mengangga ijtihad itu kafir.  Ulama-ulama yang berijtihad terhempas dengan tuduhan-tuduhan yang sangat berat.
Krisis ilmu dan kebekuan pikiran yang membuat pergerakan semakin kaku kini terus diwariskan. Padahal, bagi seorang muslim, mengungkapkan ide adalah tanggung kawav dan kewajiban. Bahkan. Kebebasan berpikir justru prinsip yang diajarkan dalam Alquran.
Belum lagi keadaan muslim yang dilanda pemikiran barat yang serba pragmatis dan materialis. Dan sekularismenya mulai mengikis sendi-sendi keislaman. Keadaan yang tertekan membuat umat latah dalam segala aspek. Politik, ekonomi, pemerintahan, militer dijauhkan dari kehidupan. Yang ada hanya dua opsi diam di mesjid atau lupakan islam dalam hal duniawi.
Dunia ini semakin rancu dengan keegoisan dan kesombongan antar saudara. Perpecahan dan peperangan tidak bisa dihindari. Kita berseteru satu sama lain dan negara adikuasa bertepuk tangan dengan senyum sinis.
Ahh... sudahlah...

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Yahya Sinwar dan Naluri Kepahlawanan Ja’far bin Abi Thalib

  Ja’far bin Abi Thalib turun ke medan perang dengan keberanian, meski ada pesan tak biasa dari Nabi Muhammad bagi pasukan Mu’tah. Zaid bin Haritsah wafat, Ja’far langsung mengamankan panji Islam, tanda Islam tidak tunduk pada banyaknya pasukan Romawi. Tangan kanannya terputus, Ja’far hanya peduli pada panji Islam agar terus berkibar. Kibaran panji Islam bukan soal simbol belaka, ada kobaran semangat yang akan mendorong tiga ribu umat Islam yang berjibaku. Giliran tangan kiri Ja’far yang ditebas, sisa tangannya bersusah payah menarik kembali panji Islam agar tetap berkibar. Ja’far wafat dalam kondisi yang mengenaskan, panji dilanjutkan oleh Ibnu Rawahah dan berujung kematian juga untu dirinya. Khalid bin Walid hadir memberi angina segar dan mampu mengusir ratusan ribu pasukan romawi dari Mu’tah. Ja’far merupakan sahabat yang memiliki kapasitas kelas kakap, kemampuan bernegosiasi di hadapan Raja Najasyi berhasil mengamankan puluhan umat Islam di Ethiopia. Saat berduel dengan ped...

Jaminan Dewasa bukan Usia

Masalah dewasa selalu menjadi persoalan di tengah kebingungan orang menentukan standar apa yang harus dipahami. Soal standar dewasa ini memang sangat relatif. Sulit mencari sudut pandang yang objektif, sebab ukuran dewasa seseorang sangat banyak pertimbangannya. Melihat dari sudut satu tidak menutup perbedaan yang terbentang dari sudut pandang satunya. Belum lagi dilihat dari banyak ilmu yang berbicara tentang seperti apa dewasa sebenarnya. Bahkan saat kita mengatakan “masyarakat indonesia belum terlalu dewasa menyikapi masalah” , justru pernyataan itu akan berbalik. Dewasa kah orang yang mengatakan masyarakat belum dewasa? Dalam mata hukum misalnya, secara umum  batas usia seorang dewasa adalah 21 tahun. Tapi dalam undang-undang lainnya menentukan batas usia yang berbeda dalam memandang kedewasaan. Menurut sebagian ahli menyebut batas awal dewasa adalah usia 18 tahun. Sedangkan hukum Islam menyebut seorang baligh adalah dengan ihtilam, tumbuhnya rambut kemaluan dan usia t...

Perempuan Menutup Aurat atau Lelaki Menahan Nafsu?

Polemik patriarki selalu jadi tema pembahasan para feminism. Ada sudut pandang lain yang menurut mereka lelaki terlalu spesial dari perempuan.  Salah satunya soal perintah perempuan harus menutup aurat, lalu dihubungkan dengan soal tindakan kriminal, pemerkosaan dan menjaga kehormatan. Feminism melihat bukan soal perempuan yang harus menutup aurat, tapi lelakilah yang harus menahan nafsu. Dari sinilah perseteruan dimulai! Menurut saya, tidak ada polemik yang perlu diperpanjang, entah siapa yang memulai, tapi pembahasan ini seharusnya selesai sejak kedua titah itu dituliskan. Jika dilanjutkan, akhirnya muncul ribuan pertanyaan. Kenapa perempuan harus bertanggung jawab atas nafsu lelaki? Kenapa perempuan yang harus jaga diri dari lelaki, bukan sebaliknya? Dari pihak lain akan bertanya juga dengan konteksnya.  Menutup aurat itu kewajiban bagi perempuan, begitu juga menahan nafsu wajib bagi lelaki. Ego masing-masing yang membuat perdebatan ini tidak ada endingnya. Ada satu perspek...