Belakangan ini isu LGBT semakin kencang di telinga kita meski beberapa media berita sudah tidak meletakannya sebagai headline. Tetapi polemik LGBT tetap akan dipermasalahkan karena tidak sesuai dengan hukum agama-agama juga hukum indonesia.
Sejak ribuan tahun lamanya yahudi, kristen dan islam sudah menjelaskan tentang hukum praktik LGBT. Tapi tiba2 masalah ini kembali mencuat ke permukaan.
Masalah pertama yang jadi perbincangan kita adalah tentang liberalisme tafsir yang mengatakan tidak ada larangan LGBT dalam Alquran dan hadits.
Tentang praktik LGBT dalam Alquran sebenarnya sudah sangat jelas hukumnya serta kisahnya. Tapi Prof. Musdah Mulia sebagai profesor di bidang studi islam justru pro dengan praktik LGBT. Bahkan beliau sangat marah kepada agama yang tidak memberikan kebebasan kepada manusia dalam hal orientasi yang hanya heteroseksual. Sedangkan selain itu homoseksual, lesbian, biseksual dan orientasi lainnya distigma sebagai dosa.
Dan Prof. Musdah Mulia menganggap bahwa kisah kaum Luth yang diazab itu bukan karena praktik LGBT. Semua itu ada kepentingan dari Luth sendiri menurutnya. Kita diajak kritis terhadap kebenaran kisah Alquran yang sudah jelas kita harus mengimaninya. Dan azab yang menimpa kaum Luth dianggapnya sesuatu yang mitos, "mana mungkin hanya karena homo mereka diazab, sedangakan di Belgia dan Belanda belum pernah turun azab seperti itu".
Pernyataan seperti itu senada dengan tweet Ulil Abshar @ulil yang mengatakan "sekali lagi saya bilang: Jika benar tuhan mengazab kaum sodom Karena LGBT, kenapa dia tak mengazab negeri2 yang menolerir LGBT? Kenapa? ".
Jika kita tarik kesimpulan, mengambil pendapat Dr. Adian Husaini tentang pandangan relativisme. Jadi mereka seperti sudah terjangkit penyakit relativisme. Mereka menganggap tafsir yang ada tentang hukum praktik LGBT belum tentu benar karena mufassir otu manusia penuh khilaf dan salah. Maka bolehlah bagi mereka menafsirkan semaunya.
Padahal tafsir ayat2 kaum Luth sudah jelas. Hadits2 pun banyak disampaikan. Pendapat Imam Syafi'i tentang pelaku LGBT harus dirajam mereka abaikan. Karena mungkin Syafii bisa salah karena dia manusia. Semua tafsir yang mengharamkan praktik LGBT mereka ragukan. Lalu dimana kebenaran agama ini?
Sebenarnya berpikir relativisme itu sangat janggal. Prof. Musdah Mulia meragukan tafsir yang mengharamkan LGBT, sedangkan para mufasir itu adalah ulama2 yang sudah teruji tentunya, karena dalam tradisi ilmu islam perihal tafsir sangatlah ketat. Jika kita dipaksa untuk kritis dan meragukan otoritas ulama dan mufasir. Maka lebih-lebih kita akan meragukan otoritas kebenaran perkataan Prof. Musdah Mulia.
Wallahua'lam.
Komentar
Posting Komentar