Langsung ke konten utama

Dakwah Membawa Kepada Semangat Hidup


Dakwah itu mengajak bukan menghakimi. Untuk mengajak kita butuh modal, rasa, keyakinan dan optimis. Karena tidak semua orang diajak rela berhijrah meninggalkan apa yang dimilikinya. Tidak semua yang diajak gratisan. Di zaman yang pragmatis ini ajakan harus selalu dengan tawaran. Tawaran sebagai timbal balik atau pengganti kehidupannya yang punah ditinggal ajakan. Tawaran berupa berupa pengetahuan akan kesalahan yang selama ini dilakukan. Tapi tidak selamanya begitu, karena hidayah hanya di tangan Allah. Mereka akan kembali kepada kebaikan tanpa pamrih, tanpa tawaran dan ajakan, tanpa meminta timbal balik. Begitulah dakwah.
Maka muslim da’i ilallah haru selalu menyiapkan tawaran yang menarik bagi objek dakwah. Bukan berarti dakwah ini mata duitan, tapi kita butuh modal untuk mengajak, butuh kesiapan untuk merangkul, butuh pengertian untuk menarik mereka. Karenanya tidak semua lancar melakukannya. Mereka berdakwah sampai berlumuran darah, meneteskan air mata, relakan harta tahta tapi ternyata tawaran itu masih ditolak. Tawaran seperti masih belum mengantar hidayah kepada hati mereka. Tapi sebagian ada yang tiba2 datang kepada Rasulullah untuk mengucap syahadat.
Dinamika dakwah tidak bisa manusia tebak. Hanya Allah yang memiliki kuncinya, hakNya untuk membuka dan tetap mengunci hati setiap insan. Karena dinamika inilah kita dituntut memiliki kesiapan untuk segala tawaran bagi objek dakwah. Segala sesuati bisa terjadi. Jangan terlalu berharap objek kita bisa cepat sadar akan hidayah Allah seperti assabiqunal awwalun sehingga melemehkan usaha kita, padahal yang dinilai adalah usahanya bukan hasil. Jangan juga menjadi pesimis karena sulitnya kita menyampaikan dakwah, karena manusia sekeras Umar juga akhirnya tunduk atas izin Allah. Allah hanya meminta kita untuk berusaha agar tetap ada dalam jalan kebaikan, sedangkan hasil biarlah Allah yang menentukan.
Atas dasar segala kebutuhan dakwah. Maka hidup kita akan penuh semangat, menjalaninya dengan penuh gairah. Bahkan posisi da'i yang tidak pernah ditentukan siapapun dia, membuat dakwah menjadi ladang amal bagi siapapun dan apapun posisi dia. Apakah dia supir, pedagang, penjaga masjid, mahasiswa hingga pesiden kedudukan mereka dalam posisi dakwah. Inilah yang saya maksuda semangat hidup dalam dakwah.
Sehingga apapun posisinya, persiapan untuk segala tawaran akan diajalaninya dengat semangat. Supir angkot bekerja dengan semangat karena dia akan mengantar orang lain bekerja untuk kebaikan, sekolah untuk pendidikan bahkan uang hasil angkotnya akan brguna untuk dakwah keluarganya. Seorang mahasiswa akan semangat belajarnya karena ilmu yang dipelajarinya apapun itu adalah yang sangat vital untuk berlangsungnya dakwah ini. Mereka tidak pikirkan berapa jam belajat, tapi hanya berpikir dalam bagian dakwah mana tema buku yng dibaca akan berguna sebagai tawaran. akan selalu seperti itu dakwah mengajak pola pikir manusia hingga tetap semangat dalam kondisi apapun.
Semangat dan usaha adalah nilai besar dalam dakwah. Jika pertandingan duniawi seperti ; pemenang sepak bola adalah yang memenangkan pertandingan, pemenang dalam balapan adalah yang finis pertama. Maka berbeda dengan dakwah pemenangnya tidak selalu yang berhasil mengajak mereka kepada jalan Allah. Tapi setiap yang berusaha di jalan Allah untuk berdakwah maka dia diakatakan pemenang, meskipun tidak sampai tujuan ganjaran tetap milik para da'i.
Proses. Ya, itulah intinya. Proses yang ciamik dan baik tanpa licik. Dengan hikmah, mau’izhah hasanah dan mujadalah. Belajar adalah prosesnya bagi mahasiswa sebagaimana partai politik mengumpulkan suara itulah prosesnya. Semua itu menuju dakwah, dakwah dan dakwah.
Dan akhirnya kita bisa merasakan bagaimana dakwah dengan prosesnya memanggil gelora semangat dalam diri kita. Ia seakan mengajak butiran semangat yang bercecer di kaki cepat lari menuju ke arah yabg lebih baik untuk bersama. Ia menidurkan rasa malas dan pesimis hidup kita. Ia seperti sedang berbicara “tidak ada yang percuma di dunia ini”. Supir, satpam, mahasiswa, presiden terlihat senyum dengan tugasnya masing2. Tidak ada keluh kesah dalam dakwah, yang kita temukan hanya spirit. Bahkan sekaliber keraguan akan terinjak dengan keyakinan janjiNya. Peluru, nuklir hanya sekelas mainan saja dengan rasa takut mati. THIS IS THE POWER OF DAKWAH.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Yahya Sinwar dan Naluri Kepahlawanan Ja’far bin Abi Thalib

  Ja’far bin Abi Thalib turun ke medan perang dengan keberanian, meski ada pesan tak biasa dari Nabi Muhammad bagi pasukan Mu’tah. Zaid bin Haritsah wafat, Ja’far langsung mengamankan panji Islam, tanda Islam tidak tunduk pada banyaknya pasukan Romawi. Tangan kanannya terputus, Ja’far hanya peduli pada panji Islam agar terus berkibar. Kibaran panji Islam bukan soal simbol belaka, ada kobaran semangat yang akan mendorong tiga ribu umat Islam yang berjibaku. Giliran tangan kiri Ja’far yang ditebas, sisa tangannya bersusah payah menarik kembali panji Islam agar tetap berkibar. Ja’far wafat dalam kondisi yang mengenaskan, panji dilanjutkan oleh Ibnu Rawahah dan berujung kematian juga untu dirinya. Khalid bin Walid hadir memberi angina segar dan mampu mengusir ratusan ribu pasukan romawi dari Mu’tah. Ja’far merupakan sahabat yang memiliki kapasitas kelas kakap, kemampuan bernegosiasi di hadapan Raja Najasyi berhasil mengamankan puluhan umat Islam di Ethiopia. Saat berduel dengan ped...

Jaminan Dewasa bukan Usia

Masalah dewasa selalu menjadi persoalan di tengah kebingungan orang menentukan standar apa yang harus dipahami. Soal standar dewasa ini memang sangat relatif. Sulit mencari sudut pandang yang objektif, sebab ukuran dewasa seseorang sangat banyak pertimbangannya. Melihat dari sudut satu tidak menutup perbedaan yang terbentang dari sudut pandang satunya. Belum lagi dilihat dari banyak ilmu yang berbicara tentang seperti apa dewasa sebenarnya. Bahkan saat kita mengatakan “masyarakat indonesia belum terlalu dewasa menyikapi masalah” , justru pernyataan itu akan berbalik. Dewasa kah orang yang mengatakan masyarakat belum dewasa? Dalam mata hukum misalnya, secara umum  batas usia seorang dewasa adalah 21 tahun. Tapi dalam undang-undang lainnya menentukan batas usia yang berbeda dalam memandang kedewasaan. Menurut sebagian ahli menyebut batas awal dewasa adalah usia 18 tahun. Sedangkan hukum Islam menyebut seorang baligh adalah dengan ihtilam, tumbuhnya rambut kemaluan dan usia t...

Perempuan Menutup Aurat atau Lelaki Menahan Nafsu?

Polemik patriarki selalu jadi tema pembahasan para feminism. Ada sudut pandang lain yang menurut mereka lelaki terlalu spesial dari perempuan.  Salah satunya soal perintah perempuan harus menutup aurat, lalu dihubungkan dengan soal tindakan kriminal, pemerkosaan dan menjaga kehormatan. Feminism melihat bukan soal perempuan yang harus menutup aurat, tapi lelakilah yang harus menahan nafsu. Dari sinilah perseteruan dimulai! Menurut saya, tidak ada polemik yang perlu diperpanjang, entah siapa yang memulai, tapi pembahasan ini seharusnya selesai sejak kedua titah itu dituliskan. Jika dilanjutkan, akhirnya muncul ribuan pertanyaan. Kenapa perempuan harus bertanggung jawab atas nafsu lelaki? Kenapa perempuan yang harus jaga diri dari lelaki, bukan sebaliknya? Dari pihak lain akan bertanya juga dengan konteksnya.  Menutup aurat itu kewajiban bagi perempuan, begitu juga menahan nafsu wajib bagi lelaki. Ego masing-masing yang membuat perdebatan ini tidak ada endingnya. Ada satu perspek...