Langsung ke konten utama

Islam Agama Optimis


Islam Agama optimis. Ya itulah yang saya dapati setelah lama berlalang buana membaca Al-quran dan coba memahaminya. Ketika ustad-ustad sering mengatakan kepada kita untuk kembali kepada Alquran saat menghadapi masalah, gelisah, merana. Ketika guru ngaji mengajak kita untuk paham Alquran untuk menjalani hidup. Disinilah saya menemukan makna sebenarnya. Optimisme yang keluar memancar dari setiap ayat Alquran. Selalu saja, selalu.

Rasa optimis itu muncul dengan deras kala kita merenungi perjuangan para nabi. Tidak ada yang mudah ujian mereka dan mereka tidak mengeluh. Nabi Luth dengan istrinya yang saling  bertentangan akhirnya Allah mengazab istrinya. Karena pilihannya adalah Allah atau istri (yang hanya ciptaanNya). Begitu juga Nabi Nuh, anak yang dicintainya membangkang ketika diajak untuk bersamanya menaiki bahtera.“”ساوي الي جبل يعصمني من الما”  “saya akan menaiki gunung, yang akan menyelamatkan saya dari air itu. Tapi apalah daya, siapa yang sanggup melawan kebesaran Allah. Air itu justru menenggelamkannya, tidak ada tempat aman kecuali tempat itu. Kecerdasan Ibrahim, kesabaran Ayyub, kerja sama Musa dan Harun itu semua pelajaran besar. Yang menjadikan kita hidup lebih yakin dan optimis. Bahwa ujian itu harus kita lalui sebagaimana para nabi mampu dengan cerdas melalui ujian-ujiannya.

Memang kisah adalah bagian besar yang ada di Alquran. Maka jangan pernah sekali-kali melupakan sejarah, JASMERAH kata Soekarno. Dalam kisah tersebut selalu saja saya dapatkan motivasi dan optimis hidup. Bagaimana bersabar, mengahadapi musuh yang keras kepala, melawan musuh dalam selimut (munafiq), bahkan ditinggalkan oleh orang terdekat kita. Rasa optimis selalu bertambah ketika memahaminya.
Walaupun begitu, ayat yang bertema lain juga berisikan motivasi hidup agar lebih optimis. Lihat bagaimana Allah menjanjikan Surga yang indah, berapa kali Allah menyebut kalimat جنة dalam kitab kita. Sungai yang mengalir, kebun buah-buahan, biadari-bidadari cantik semua itu untuk kita yang beriman. Tidakah kita semakin merasa pecaya dengan keimanan kita dengan janji yang Allah sampaikan. Bukankah kita dulu semangat belajar ketika orang tua menjanjikan sendal baru yang berhadian mobil-mobilan atau gasing. Atau jika kurang mungkin kita bisa dipecut dengan ayat-ayat yang menceritakan azab dan neraka. Itu motivasi kita untuk menjauhinya.

Salah satu ayat yang menurut cukup memberi kita motivasi. Juga bukti islam mengajak untuk berpikir optimis adalah QS Ali Imran ayat 139 ولا تهنوا ولا تحزنوا و انتم الاعلون ان كنتم مومنين
“Janganlah kamu lemah, dan janganlah kamu bersedih padahal kamu paling tinggi derajatnya jika kamu orang-orang beriman”. Dalam tafsir Alqurtubi Ibnu Abbas Rahumahullah berkata : bahwa ayat ini diturunkan untuk umat Rasulullah yang kala itu mengalami kekalahan di perang uhud. Dan kamu paling tinggi derajatnya itu untuk menyampaikan bahwa pasukan Rasulullah akan mengalahkan musuh-musuhnya. Dan tidak akan pernah lagi mengalami kekalahan dalam perang yang bersama Rasul setelag Uhud. Kita saksikan bagaimana Allah melalui ayat ini memberikan optimisme kepada pasukan Rasulullah setelah diantaranya melakukan kesalahan yang menyebabkan kekalahan. Posisi hati yang down kembali membara dengan menguatkan keimanan. Mereka diyakinkan untuk memenangi perang-perang selanjutnya bersama Rasulullah. Dan apa benarlah dengan janji Allah. Dalam “sirah” tidak ada lagi kekalahan yang dialami pasukan dibawah pimipinan Rasulullah setelah Uhud.

Allah itu Maha menepati janji. Tidak usah kita takut dengan iming-iming yang ditawarkan dariNya. Ini bukan seperti tawaran “gatra” yang sering manusia sampaikan. Seperti dikatakan kita cukup beriman. Toh, para Nabi dahulu tenang-tenang saja dengan ujianNya. Mereka tidak benci Allah karena kehilangan keluarganya. Karena mereka sangat optimis dengan apa yang diberikan Allah adalah terbaik, selalu terbaik. Nabi tidak menangis, karena mereka optimis kalaupun harus mati maka janjiNya adala surga. Nabi tidak mengeluh, karena mereka optimis ujian itu menghasilkan pahala. Dan Muhammad SAW selalu optimis dengan risalah yang dibawanya. Karena dia optimis bahwa islam adalah agama yang diridhainya. Wallahua’lam.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Yahya Sinwar dan Naluri Kepahlawanan Ja’far bin Abi Thalib

  Ja’far bin Abi Thalib turun ke medan perang dengan keberanian, meski ada pesan tak biasa dari Nabi Muhammad bagi pasukan Mu’tah. Zaid bin Haritsah wafat, Ja’far langsung mengamankan panji Islam, tanda Islam tidak tunduk pada banyaknya pasukan Romawi. Tangan kanannya terputus, Ja’far hanya peduli pada panji Islam agar terus berkibar. Kibaran panji Islam bukan soal simbol belaka, ada kobaran semangat yang akan mendorong tiga ribu umat Islam yang berjibaku. Giliran tangan kiri Ja’far yang ditebas, sisa tangannya bersusah payah menarik kembali panji Islam agar tetap berkibar. Ja’far wafat dalam kondisi yang mengenaskan, panji dilanjutkan oleh Ibnu Rawahah dan berujung kematian juga untu dirinya. Khalid bin Walid hadir memberi angina segar dan mampu mengusir ratusan ribu pasukan romawi dari Mu’tah. Ja’far merupakan sahabat yang memiliki kapasitas kelas kakap, kemampuan bernegosiasi di hadapan Raja Najasyi berhasil mengamankan puluhan umat Islam di Ethiopia. Saat berduel dengan ped...

Jaminan Dewasa bukan Usia

Masalah dewasa selalu menjadi persoalan di tengah kebingungan orang menentukan standar apa yang harus dipahami. Soal standar dewasa ini memang sangat relatif. Sulit mencari sudut pandang yang objektif, sebab ukuran dewasa seseorang sangat banyak pertimbangannya. Melihat dari sudut satu tidak menutup perbedaan yang terbentang dari sudut pandang satunya. Belum lagi dilihat dari banyak ilmu yang berbicara tentang seperti apa dewasa sebenarnya. Bahkan saat kita mengatakan “masyarakat indonesia belum terlalu dewasa menyikapi masalah” , justru pernyataan itu akan berbalik. Dewasa kah orang yang mengatakan masyarakat belum dewasa? Dalam mata hukum misalnya, secara umum  batas usia seorang dewasa adalah 21 tahun. Tapi dalam undang-undang lainnya menentukan batas usia yang berbeda dalam memandang kedewasaan. Menurut sebagian ahli menyebut batas awal dewasa adalah usia 18 tahun. Sedangkan hukum Islam menyebut seorang baligh adalah dengan ihtilam, tumbuhnya rambut kemaluan dan usia t...

Perempuan Menutup Aurat atau Lelaki Menahan Nafsu?

Polemik patriarki selalu jadi tema pembahasan para feminism. Ada sudut pandang lain yang menurut mereka lelaki terlalu spesial dari perempuan.  Salah satunya soal perintah perempuan harus menutup aurat, lalu dihubungkan dengan soal tindakan kriminal, pemerkosaan dan menjaga kehormatan. Feminism melihat bukan soal perempuan yang harus menutup aurat, tapi lelakilah yang harus menahan nafsu. Dari sinilah perseteruan dimulai! Menurut saya, tidak ada polemik yang perlu diperpanjang, entah siapa yang memulai, tapi pembahasan ini seharusnya selesai sejak kedua titah itu dituliskan. Jika dilanjutkan, akhirnya muncul ribuan pertanyaan. Kenapa perempuan harus bertanggung jawab atas nafsu lelaki? Kenapa perempuan yang harus jaga diri dari lelaki, bukan sebaliknya? Dari pihak lain akan bertanya juga dengan konteksnya.  Menutup aurat itu kewajiban bagi perempuan, begitu juga menahan nafsu wajib bagi lelaki. Ego masing-masing yang membuat perdebatan ini tidak ada endingnya. Ada satu perspek...