Langsung ke konten utama

Pedoman Hidup Manusia


dakwatuna.com – oleh azhar fakhru rijal

 Kebutuhan manusia terhadap petunjuk adalah hal yang tidak bisa diingkari. Perlu pelurus dan “guide” dalam penuhnya liku di dunia ini. Tentunya demi mencapai tujuan kita akhirat kelak, sambil tidak melupakan kehidupan dunia. “Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagianmu dari (kenikmatan) duniawi” (QS. Al Qashshash: 77).

Ghoyah akbar dalam Islam adalah akhirat. Walaupun ada perintah untuk tidak melupakan kehidupan dunia, tapi segala hal duniawi harus tertuju pada ghoyah (tujuan) akbar. Karenanya lah dunia butuh pemandu demi menggandeng umat manusia kepada jalan yang lurus menuju akhirat (surga). Dan Allah yang Maha Mengetahui atas segala sesuatu sudah, memberi itu dalam bentuk kitab yang tidak ada keraguan di dalamnya (Alquran) .QS 2 : 2.

Sebagai manusia yang memiliki fitrah untuk selalu berada dalam masalahat. Maka sudah seharusnya mereka sadar akan kebutuhannya kepada pedoman. Hal kecil seperti membuat mie (instan) saja sudah diberi “ingredients” dan “introduction”untuk sampai pada menu yang tertera di bungkusnya. Begitulah kita untuk mencapai nikmat akhirat yang kekal.

Maka orang-orang yang sering berkoar “tidak butuh kepada petunjuk (quran khususnya)” dalam menjalani hidup itu hanya omong belaka. Pada intinya mereka hanya anti kepada al-quran, gengsi atas kenabian Muhammad karena bukan dari kaumnya atau angkuh dan takabur dengan pedoman yang dimiliki. Yang pada intinya mereka tetap melirik pada sebuah pedoman untuk sebuah kehidupan yang berfitrah (maslahat).

Masalah besarnya adalah tentang pedoman mana yang diikuti. Sedangkan Allah yang menciptakan langit dan bumi sudah mengatakan bahwa tidak ada petunjuk selain Quran yang diturunkan kepada Nabi Muhammad. Dan orang yang berkoar tadi hanyalah ingin maslahat sebesar hawa nafsunya serta lupa akan maslahat akhirat. Mereka lupa kalau selain nikmat ada juga azab bagi orang-orang pembangkang. Mereka hafal fadilah tapi lupa peringatan.

Bahkan nyatanya (pernyataan) mereka justru terlepas dari fitrah manusia. Yang ngakunya penjungjung tinggi fitrah tapi mengkhianati. Walau dalam prakteknya justru mereka membuat pedoman sendiri yang layak dengan kemauannya yang belum tentu menuju maslahat. Mereka pikir maslahat itu ada di kemauan manusia yang berbeda-beda. Sangkanya maslahat di mata mereka maslahat juga di mata orang lain.

Leninisme yang dijadikan patokan kaum komunis akan berangan bahwa kapitalisme Negara lebih maslahat dari pada sosialisme. Itu sangat lemah dengan fakta banyak orang dirugikan. Serta tidak adanya kepemilikan pribadi dalam ideologi ini jelas melanggar kaidah maslahat itu sendiri. logika kaum seperti ini selalu saja kontradiksi dengan pendapatnya sendiri. Begitu juga JIL. Lepas landas dari alquran dengan logika hanya akan bersilangan dengan pendapatnya sendiri. karena itu logika bukanlah sepenuhnya pedoman hidup

Ada pedoman hidup berupa Alquran yang sudah dijanjikan Allah dan tidak ada keraguan di dalamnya. Menumpuk janji Allah akan kemaslahatan dan nikmat bagi yang mengikuti Alquran. Yang pasti akan ditepati karena Dia Maha Menepati Janji. Satu ayat yang boleh kita soroti akan janjiNya jika meyakini Alquran sebagai pedoman, Albaqarah ayat 38.

فَمَنْ تَبِعَ هُدَايَ فَلَا خَوْفٌ عَلَيْهِمْ وَلَا هُمْ يَحْزَنُونَ…

“… maka barang siapa mengikuti petunjukKu, niscaya tidak ada kekhawatiran dan tidak pula mereka bersedih hati (38)”.

Dalam tafsir al-Qurtubi “faman tabi’a” adalah sebagai syarat dari pada jawabannya yaitu “fa laa khoufun ‘alaihim wa laa hum yahzanun”. Dalam artian mengikuti petunjuk Allah (Alquran) menjadi syarat bagi manusia jika mereka ingin selalu dalam keadaan maslahat (tidak khawatir dan bersedih).

Masih dalam Al-Qurtubi : ketakutan adalah hal yang akan terjadi di kemudian hari. Seperti kita takut nanti tertabrak mobil, atau takut nanti ketinggalan kereta dll. Sedangkan sedih hati “alhuznu” itu tentang kejadian masa yang lampau. Sehingga Al-Yazidi mengatakan “ … tafsir ayat ini adalah bagi orang-orang yang mengikuti al-quran tidak akan ada ketakutan dalam dirinya akan perihal keadaannya di akhirat nanti. Dan tidak akan pernah bersedih hati akan apa yang telah dilakukannya di dunia”.

Jelas memang tentang kebenaran al-quran yang sudah tersebar ke penjuru dunia. Hanya saja hawa nafsu selalu memalingkan hati mereka untuk kembali kepada petunjukNya dan menjadikan pedoman hidupnya. Seakan tidak ada kemaslahatan dalam Alquran kecuali yang ada dalam dirinya.

Tidak mudah memang membuat orang yakin kepada Alquran. Tapi kita selaku muslim yang sudah mengakuinya dan beriman kepadaNya hal ini sidah menjadi tanggungan yang wajib dilaksanakan. Tilawah, tahsin, tafsir, tadabur dan tafsir Alquran harus menjadi makanan sehari-hari kita yang menyenangkan dan bukan momok yang menakutkan dan menghindar darinya. Wallahu a’lam.


Sumber: http://www.dakwatuna.com/2015/10/07/75500/pedoman-hidup-manusia/#ixzz3nrP1C98H
Follow us: @dakwatuna on Twitter | dakwatunacom on Facebook

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Yahya Sinwar dan Naluri Kepahlawanan Ja’far bin Abi Thalib

  Ja’far bin Abi Thalib turun ke medan perang dengan keberanian, meski ada pesan tak biasa dari Nabi Muhammad bagi pasukan Mu’tah. Zaid bin Haritsah wafat, Ja’far langsung mengamankan panji Islam, tanda Islam tidak tunduk pada banyaknya pasukan Romawi. Tangan kanannya terputus, Ja’far hanya peduli pada panji Islam agar terus berkibar. Kibaran panji Islam bukan soal simbol belaka, ada kobaran semangat yang akan mendorong tiga ribu umat Islam yang berjibaku. Giliran tangan kiri Ja’far yang ditebas, sisa tangannya bersusah payah menarik kembali panji Islam agar tetap berkibar. Ja’far wafat dalam kondisi yang mengenaskan, panji dilanjutkan oleh Ibnu Rawahah dan berujung kematian juga untu dirinya. Khalid bin Walid hadir memberi angina segar dan mampu mengusir ratusan ribu pasukan romawi dari Mu’tah. Ja’far merupakan sahabat yang memiliki kapasitas kelas kakap, kemampuan bernegosiasi di hadapan Raja Najasyi berhasil mengamankan puluhan umat Islam di Ethiopia. Saat berduel dengan ped...

Jaminan Dewasa bukan Usia

Masalah dewasa selalu menjadi persoalan di tengah kebingungan orang menentukan standar apa yang harus dipahami. Soal standar dewasa ini memang sangat relatif. Sulit mencari sudut pandang yang objektif, sebab ukuran dewasa seseorang sangat banyak pertimbangannya. Melihat dari sudut satu tidak menutup perbedaan yang terbentang dari sudut pandang satunya. Belum lagi dilihat dari banyak ilmu yang berbicara tentang seperti apa dewasa sebenarnya. Bahkan saat kita mengatakan “masyarakat indonesia belum terlalu dewasa menyikapi masalah” , justru pernyataan itu akan berbalik. Dewasa kah orang yang mengatakan masyarakat belum dewasa? Dalam mata hukum misalnya, secara umum  batas usia seorang dewasa adalah 21 tahun. Tapi dalam undang-undang lainnya menentukan batas usia yang berbeda dalam memandang kedewasaan. Menurut sebagian ahli menyebut batas awal dewasa adalah usia 18 tahun. Sedangkan hukum Islam menyebut seorang baligh adalah dengan ihtilam, tumbuhnya rambut kemaluan dan usia t...

Perempuan Menutup Aurat atau Lelaki Menahan Nafsu?

Polemik patriarki selalu jadi tema pembahasan para feminism. Ada sudut pandang lain yang menurut mereka lelaki terlalu spesial dari perempuan.  Salah satunya soal perintah perempuan harus menutup aurat, lalu dihubungkan dengan soal tindakan kriminal, pemerkosaan dan menjaga kehormatan. Feminism melihat bukan soal perempuan yang harus menutup aurat, tapi lelakilah yang harus menahan nafsu. Dari sinilah perseteruan dimulai! Menurut saya, tidak ada polemik yang perlu diperpanjang, entah siapa yang memulai, tapi pembahasan ini seharusnya selesai sejak kedua titah itu dituliskan. Jika dilanjutkan, akhirnya muncul ribuan pertanyaan. Kenapa perempuan harus bertanggung jawab atas nafsu lelaki? Kenapa perempuan yang harus jaga diri dari lelaki, bukan sebaliknya? Dari pihak lain akan bertanya juga dengan konteksnya.  Menutup aurat itu kewajiban bagi perempuan, begitu juga menahan nafsu wajib bagi lelaki. Ego masing-masing yang membuat perdebatan ini tidak ada endingnya. Ada satu perspek...