Suatu hari di minggu-minggu libur setelah UTS entah apa yang
terjadi, tiba-tiba saja tangan saya jadi berat untuk sekadar memegang kepala
dengan yang dipikirkan, kala itu kepala saya menjadi terpikir tentang isi dari
dauroh mingguan yang diadakan sorenya tentang keadaan umat islam di timur
tengah dan kondisi disana yang sering disebut “arab spring” ditambah larangan semua
media islam untuk mempublish berita-berita yang sebenarnya terjadi di jauh
sana, mungkin ini juga penyebab kepala saya terus on untuk berpikir, tapi tak
lama Imam bersama Ridwan menghilangkan pikiran itu dengan paksa melalui
panggilan jarak jauhnya “jay...” mereka panggil saya, tapi tak apalah Saya
bilang dalam hati, lumayan juga menghilangkan pikiran yang tadi sempet menguras
tenaga.
Akhirnya kitapun jalan bersama tanpa arah dan tujuan entah kemana,
bahkan pembicaraan kita lebih terarah ketimbang tujuan perjalanan kaki kita.
Berjalan dengan langkah yang sama, semakin lama keberadaan imam semakin terbelakang
dari Saya dan Ridwan entah langkah dia yang agak lambat atau langkah Saya dan Ridwan
terlalu cepat, tapi tak apalah pikir Saya lagian dia udah gede ko, ga bakal
hilang di patok ayam. Asyik sedang berbincang dengan ridwan justru imam
memanggil kita “jay.. wan..” imam
memanggil sambil matanya terarah ke gadget ukuran 7 inch itu, seakan ada yang
ingin dia sampaikan apa yang ada di layar tabnya itu. Terbayang akan sesuatu
yang amat penting ternyata imam hanya menunjukan sekotak gambar dengan tulisan
“kezaliman media massa terhadap umat islam”. “dasar.. terus kita harus ngapain
abis liat gambar itu” Saya awali dengan agak tegas, “ini lho, judul buku. Ahh
gimana sih..” sahut imam, “emang kenapa dengan judul itu mam.?” Balas ridwan, “
iya maksud Saya ada yang mau beli gak? Kan lumayan ini kaitan sama yang
disampaikan ketika dauroh kita kemaren.”sahut imam lagi, benar juga pikir Saya sambil
saling memandang dengan Ridwan, “ayoo, mau beli ga, saya mau beli nih.” Ajak Imam
sambil mengajak melanjutkan jalan kita, “bolehlah,,” jawab Ridwan akan ajakan
untuk membeli itu sambil Sayapun mengangguk isyarat untuk ikut andil membeli
buku itu.
Esok harinya tanpa janji apapun kita bertemu di tempat biasa dan
langkah imam mengawali ajakan yang tak jelas tapi kita mengerti diikuti dengan
ridwan dan saya, sampailah kita di toko buku yang dekat dengan tempat kita
berkumpul, ketika masuk kita langsung
disambut semburan AC yang menyegarkan seakan sambutan yang baik bagi kita, tapi
tetap sambutan yang baik tidak menjamin apa yang kita inginkan akan terwujud
yaitu buku kita bincangkan kemarin. Kitapun berpencar untuk mendapatkan buku
itu, tentunya di sekitar rak buku tentang media dan komunikasi. Seperempat jam
keliling di daerah bagian Saya dan tidak menemukan dan ganti mencari Imam dan Ridwan
yang mencari di daerah sebelah dengan bayangan bahwa buku itu udah dapat sama
antara mereka berdua, tapi memang diluar perkiraan justru mereka sudah
berkumpul menunggu Saya dengan tangan hampa. Dengan raut wajah kita yang
kebalikan dengan saat kita berangkat, tanpa omong panjang Saya langsung gerakan
kepala Saya ke arah pintu exit dibarengi gandengan tangan mereka
untuk tinggalkan toko buku ini. Kitapun pulang ke rumah masing-masing dengan
tangan hampa.
Keesokan harinya saat Saya duduk santai depan rumah, ternyata otak
ini masih memikirkan wujud buku itu, mungkin karena kepedulian Saya akan umat
ini yang terusa-terusan dibohongi oleh media seperti judul buku itu, rasa ingin
tahu apa isi buku itu, dan pengetahuan untuk perbaiki media yang nyeleweng dari
hakikatnya mungkin membuat Saya sangat berminat untuk melahap habis secepat
mungkin buku itu. Untuk sejenak melupakan itu Sayapun membaca buku dengan judul
“fiqh demokrasi”, tak sampai beberapa halaman saja, mata ini sudah tak cocok
dengan kertas ini, mungkin memang mood yang lebih condong dengan buku yang
membuat penasaran hingga saat itu. Akhirnya sambil membuka lalu melihat isi
dompetku, niatku untuk kembali mencari buku itu kembali hadir, dengan persiapan
extra cepat, langsung ku berangkat menuju toko buku lain yang Saya pikir itu
lebih besar dari yang dikunjungi kemarin, tentu besarnya toko bisa menjamin
kelengkapannya. Sejak sampai, aroma saat
pintu itu dibuka tetap tidak meyakinkan akan adanya buku itu walau besarnya
toko ini cukup meyakinkan beberapa situasi. Lagi untuk kedua kalinya Saya
mencari buku itu, mencoba sisir dari barat menuju timur tanpa terpikirkan akan
daerah per tema buku, sampai di tempat novel bahkan komikpun Saya tetap
mencarinya dengan harapan agar penasaran ini cepat hilang dari benak ini dan
kebenaran lebih jelas untuk ditunjukan. Tapi ketika berada di sebelah timur
toko buku ini dan tangan yang masih kosong, langsung mata ini tertuju ke sebuah
komputer dekat kasir yang dapat digunakan untuk mencari data buku yang ada
bahkan sisa buku itu sendiri di toko itu, sambil menuju komputer itu Saya coba search
profil buku itu agar mempermudah saat mencari, saat sampai dan search sudah
selesai, langsung Saya ketik judul buku itu, dan “ENTER” lalu loading beberapa
saat dan buku tidak ditemukan, lalu mencoba cari melalui penerbitnya Saya tulis
“alkautsar” dan “ENTER” loading sejenak lagi-lagi tidak ditemukan, dari sana Saya
mulai heran entah mungkin karena kekesalan atau memang itu yang terjadi dan
berpikir bahwa buku yang membongkar kejahatan media itu sangat ditakutkan oleh
media sekuler yang melanggar, dan itu termasuk toko buku ini. Tanpa bersuudzon
dan dengan raut wajah yang tidak menyenangkan Sayapun kembali pulang ke rumah
dengan tangan kosong dan melentangkan tubuh di atas kasur sambil mengulang
kembali pikiranku tadi akan hubungan media sekuler, toko buku dan buku itu.
Bukan karena alasan apa-apa tapi buku baru keluar beberapa bulan kebelakang
bahkan sedang ramai bedah bukunya dimana-mana justru di toko buku sebesar ini
tidak ada.
Menunggu harapan yang hampir palsu akhirnya saya putuskan untuk
kembali mencari buku itu bersama ridwan dan imam, merekapun sepakat untuk
bertemu di rumah saya esok hari. “emang ada apa nih, jarang- jarang ngajak ke
rumahmu jay..?” tanya Imam kepada Saya melalui sms,”itu lho, buku itu Saya
masih penasaran. Hhe” balas Saya. “buku yang mana jay? Kayak apa aja sampai
penasaran gitu.” Tanya Imam lagi, sejenak saya berpikir padahal Dia sendiri yang
memberitahu dan mengajak pertama kali beli buku itu, dasar aneh, “itu buku yang
kamu bilang 2 hari kebelakang” tegas Saya, “ohh itu ya, masih aja kau mikirin
tuh buku, hha” balas Dia lagi, “Saya sih ngga Cuma mikirin tuh buku, tapi
isinya tentang media kita dan ngebayangin kejahatan media sekuler yang
menzalimi umat islam, liat dari sananya juga mam” balas balik dari Saya. Lama
menunggu jawaban dari Imam, entah mungkin malas setelah mendengar jawaban atau
kalau harus husnuzon mungkin pulsa dia Habis, sudahlah. Yang penting besok Saya
akan ajak Imam dan Ridwan cari buku “kezaliman media massa terhadap umat
islam”.
Sambil menunggu teman-temanku yang bakal datang ke rumah, sempat
berpikir dan melamun akan bayangan isi buku yang sudah didambakan sejak dua
hari yang lalu dan akan ku raih hari ini, terbayang akan rahasia media, akan
apa yang mereka lakukan di media untuk menzalimi umat muslim, akan siapa dalang
di balik semua ini, bahkan terbayang siapa penulis hebat yang mampu dan berani
membebaskan pikirannya melalui karya tulisnya ini, “jay.. woy, jay..” suara
yang memanggil namaku terdengar tidak asing dan jarak yang cukup dekat,
ternyata Ridwan dan Imam sudah berdiri menunggu di depan pagar dengan gaya
mereka masing-masing. Sayapun langsung menuju mereka untuk berangkat karena
sudah bersiap-siap sebelum mereka. Keluar dari pagar rumah, imam menyambutku
dengan senyuman seakan menjawab kejadian malam hari bahwa sebab dia tidak balas
smsku karena habis pulsa, itupun masih perkiraan.
“ayoo.. “ ajak Ridwan, langkah kitapun langsung terarah menuju jalan yang akan mengarahkan
kita ke toko buku yang saya yakinkan itu ada. Selama perjalanan menggunakan bis,
Ridwan dan Imam seperti manusia yang yakin akan tujuannya, mereka terus tebar
senyuman, mungkin karena toko buku yang kita tuju yang lebih meyakinkan mereka.
Ketika turun dari bis, terlihat keramaian pinggir jalan yang padat, dan ada
pandangan yang jadi sorotan kita kala itu, saat melihat jejeran pemuda-pemudi
terlihat berpakaian muslim sedang membagikan selembaran kertas atau sepertinya
sticker juga, melihat itu Imam langsung menarik saya dan Ridwan untuk menuju
kesana, tentu dengan tujuan mendapatkan selembaran yang belum jelas kita
ketahui apa isinya, padahal kita masih harus naik angkot untuk sampai ke toko
buku itu. Dan dapatlah selembaran kertas yang diharapkan sementara itu, lalu
membacanya “Islamic Book Fair” langsung satu sama lain diantara kita saling
melirik, “ahhha...” dalam hati saya “inilah jawabannya.” Sambil menganggukan
kepala dan sedikit senyum, karena tetap saja walaupun acara pameran buku
terakbar seindonesia ini ada oknum yang melarang memamerkan buku itu, maka
tetap saja, pikir Saya. “nah, ini dia. Kalo ginikan kita ga perlu nyari
kesana-kemari buat dapat buku itu” kata Ridwan. “iya bener tuh, Cuma nunggu
sekitar 2 bulan, acara ini mulai,” lanjut Imam sambil melirik ke arah
selembaran itu. “yaudah nanti aja deh nyarinya, sekarang kita balik aja, udah
panas ini” kata Imam, “mhh, yasudahlah kalo emang kalian mau pulang” kata Saya.
Kitapun kembali ke rumah lagi-lagi dengan tangan kosong, lebih parah lagi hari
ini sampai tujuanpun tidak.
Masih menunggu bersama 2 bulan antara sekarang menuju dibukanya
IBF, terus penasaran ini menggerogoti pikiranku dan sedikit menggerogoti
tenaga, sambil sekali-kali melirik ke dompet di atas meja dengan niatan agar
keuangan tetap tak berkurang saat IBF datang nanti.
Hari yang ditunggu-tunggu itupun datang menjemput, tanpa perubahan
niat saya langsung berangkat sendiri tanpa dorongan dan ajakan dari sisi
manapun demi mengobati penasaran yang menghantui sejak dari bulan-bulan
sebelumnya. Tidak seperti biasanya untuk menuju tujuan kali ini saya gunakan
TAXI, karena memang jarak yang dekat dan kalau naik angkot serasa tujuan
menjadi jauh, sampai di tempat pameran itu saya sempat membaca plang yang
meyakinkan hati ini adalah Islamic Book Fair, kata Islamic dikaitkan dengan
judul buku itu menjadikan Saya yakin bahwa ini pameran buku islam, dan buku itu
termasuk pembelaan terhadap islam, makanya tanpa liat mana pintu depannya saya
masuk dengan langkah kaki yang cepat, melihat ramainya orang berlalulalang di
dalam ruangan sempit ini, setelah sempat diperhatikan ternyata pembagian buku
ini di tertibkan per penerbit, maka langsung saya buka HP dan search yang kedua kalinya tentang penerbit buku yang
dicari, loading belum selesai justru ingatan ini kembali, “alkautsar” ya itu
penerbit buku itu, ternyata itu tepat di sebelah kiri, sayapun mencari buku itu
yang ukurannya cuklup sedang. Putus asa sempat hampir di pikiran ini, tapi
melihat keadaan saya yang putusa asa mencari buku petugas dari penerbit ini
menyapa saya “cari apa de?”, sempat kebingungan akan menjawab apa, langsung
saya melirik hp yang sudah tidak loading lagi, dan ku tunjukan kepada petugas
itu “saya cari buku ini apa” . “ohh. Itu sebelah sana, ada di rak de.”
Tunjuknya,”iyapak, saya beli satu pak” tanpa pikir panjang tak seperti biasanya
membeli buku baca-baca testimoni dulu atau penulisnya, kali ini langsung ku
pinta buku itu dan ku bayar cash, akhirnya plastik berisikan buku pembuat
penasaran ini sudah ada ditangan, sungguh hari yang sangat melelahkan dan
menyenangkan.
Sungguh, baru mendapatkannyapun serasa sudah membacanya. Walau
bentuknya cukup kecil dengan harga yang agak tinggi tapi sesuatu yang
diharapkan dan isi dari buku ini untuk umat islam bagi saya lebih penting.
Penasaran yang gentayangan di hati dan otak saya sejak beberapa bulanpun dengan
segera hilang tergantikan dengan kebanggaan akan ketangguhan buku ini. Dan
tentu tak bisa dilupakan bagaimana kata Islamic meyakinkan Saya bahwa penasaran
ini akan segera dimakan olehnya.
Nama :
Azhar Fakhru Rijal
Tempat, tgl Lahir :
Tasikmalaya, 05 Agustus 1995
No. Hp :
085795264783/082119010203
Facebook :
Azhar Fakhru Rijal
Email :
Azhar.rijal@gmail.com
Motto :
Di Atas Langit Ada Langit
Komentar
Posting Komentar