Dunia memang terasa hampa tanpa berita, bukan karena
apa-apa, berjalan selangkah kedepan berita selalu menghampiri kita, disadari
atau tidak disadari, sengaja atau tidak, baik atau buruk , serius atau konyol
belaka. Ini mengartikan bahwa berita menjadi bekal kehidupan manusia dimanapun
mereka berada, maka sangat etis jika media dijadikan nyawa kedua bagi umat
adam.
Karena lahapan mereka yang baru (media) semakin
menjadi-jadi, disertai kebutuhan manusia terhadapnya, maka media menjadi
bahan/alat dalam mentranformasi otak bahkan ideologis. Sebegitukah kuatnya
media mempengaruhi otak?? Tentu, karena
manusia sendiri yang menjadi konsumen sejati media, maka dengan mudah
media bekerja. Tapi sebenarnya bukan masalah karena itulah hakikat berita dalam
media, itu hal yang layak bagi dia. Tapi apa yang diproduksi, dan bagaimana
manusia mengkonsumsi itu yang sangat harus diperhatikan. Saking memiliki efek
yang besar dari sebuah media seorang kaisar francis Napoleon Bonaparte pernah
menyatakan “ I fear three newspapers more than a hundred thousand
bayonets”(saya lebih takut kepada tiga surat kabar daripada seratus ribu
bayonet atau tentara. Lihat bagaimana seorang kaisar sangat berhati-hati dengan
lembaran yang berisikan opini dan fakta dan ditulis oleh para jurnalis. Dari
sinilah peran jurnalis sangat besar bagi setiap media. Bahkan nama sebuah award
jurnalis Amerika diambil dari nama seorang jurnalis yang kontroversi dimana
media lain memberitakan tak seperti apa
yang diberitakan dengan media jurnalis itu, inilah penegak kebenaran.
yang diberitakan dengan media jurnalis itu, inilah penegak kebenaran.
Tapi sangat disayangkan dengan kecerdasan dan kekayaan para
investor media massa dalam memanfaatkan para jurnalis, mereka menjadikan media
sebagai ladang bisnis semata, mementingkan rating bahkan sampai memojokan
pihak-pihak tertentu dalam publish, lebih sadisnya hingga ideologis mereka
berani memojokannya melalui media demi semua hal itu, dengan begini sifat
tabayun dan tatsabut yang menjadi pribadi bagi setiap jurnalis muslim dan media
sudah tercoreng, lebih mirisnya bukankah mereka sendiri yang mencoreng
subjeknya sendiri. Mereka tahu bagaimana media massa memiliki daya jangkau yang
luas untuk menyebarkan informasi, dan kemampuan media dalam melipatgandakan
pesan mengagumkanbahkan mengerikan sekalipun. Dan keunggulan itu yang
dimanfaatkan kaum sekuler untuk memojokan islam.
Memang benar islam mengajarkan insan mengajarkan bagaimana
menjadi jurnalis muslim, tapi hampir diatas rata-rata pengendali media massa
bukan dari muslim, bukan karena tidak ada dalam ajaran islam tapi dunia harta
yang sulit ditandingi oleh kita dan memang kesempatan sekuler menguasai media
untuk memojokan islam, Karena para reporter, jurnalis berada dibawah
kepemimpinan itu. Tidak sampai disana, sebagai produsen masyarakat awwam lebih
mengenaskan bagaimana memproduksi setiap berita, seperti apa filtering mereka
terhadap angin tulisan dari para sekuler . oleh karena itu, sulitnya menjadi
produsen di mediamassa setidaknya kita sebagai mustami’ menjadi konsumen yang
cerdas demi menjadikan berita mereka hampar tanpa ada sepasang mata yang
membaca dan sepasang telinga yang mendengar, dan tujuan mereka akan termakan angin dan islam sanggup
terbebas dari belenggu mediamassa yang sudah lama mengkudeta otak kita, dan
telah banyak memakan korban dari kaum kita.
Sudah bukan waktunya kita terdiam dengan kesedihan mereka
saat kena fitnah para investor melalui medianya, tak ada waktu pula melihat
kebohongan media yang tercecer didepan kita, dan sudah saatnya kita menjadi
produsen berita melalui media muslim kita dengan para jurnalis muslim yang
tabayyun dan tatsabut melalui cerdas dalam memfilter dan mengkinsumsi berita
mereka yang ingin menghancurkan diri kita semua.
Komentar
Posting Komentar