Langsung ke konten utama

Biarkan sapi (saja) yang menjadi kurban


sangat ingin saya katakan dengan tegas kepada yang sanggup dan berwenang agar jangan bawa-bawa manusia, biarlah sapi saja yang menjadi kurban. dan yang bisa menghindarkan ini bukanlah jiwa-jiwa yang terbawa nafsu karena kesempatan, tapi yang duduk tenang justru lebih sanggup memikirkan bahkan menghindarkan itu.
tragedi sangat lucu dan tidak logis lagi-lagi berulang kembali terjadi di indonesia, sangat disayangkan dan memalukan ini kembaali lagi walalupun tidak di satu kejadian, tapi judul ini cukup mewakili hakikatnya, yang terjadi di ied adha tahun ini. ied adha itu termasuk hari-hari yang ditunggu oleh umat muslim yang mana didalamnya menyembelih sapi, kambing dll untuk dikurbankan.  tapi apa nyatanya?? di tempat teragung di indonesia jiwa-jiwa itu berebut daging sehingga mereka ikiut jadi korban seperti hewan-hewan kurban yang kehilangan nyawanya.
mengapa ini terjadi??
niat yang baik harus dibarengi juga dengan cara yang baik seperti pengamanan dan kesehatan, ini  menggambarkan duduk dengan tenang belum tentu menghasilkan ide yang cemerlang padahal orang yang aktif pun sanggup, seharusnya apalagi yang duduk dengan dengan tenang harus lebih sanggup memunculkan de lebih indah lagi, bukan malah memunculkan kurban.
seperti tadii dikatakan judul ini tidak terfokus di satu kejadian, tapi inin cukup mewakili hakikat beberapa kejadian di negeri tercinta ini. seperti; adanya adanya bantuan sumbangan uang itu untuk membuat warga bahagia dan memakmurkan bukan malah bersedih dengan kematian karena antri yang tidak adil dan sangat panjang, lalu dibangunnya gedung itu agar memperindah dan mensejahterakan, tapi tak seindah dan sesejahtera digusurnya rumah-rumah rakyat. kita tidak merasa paling benar, tapi yang memiliki wewenang itu lebih berkesempatan untuk mewujudkan kesejahteraan, keindahan, kebahagiaan -bukan sebaliknya-

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Yahya Sinwar dan Naluri Kepahlawanan Ja’far bin Abi Thalib

  Ja’far bin Abi Thalib turun ke medan perang dengan keberanian, meski ada pesan tak biasa dari Nabi Muhammad bagi pasukan Mu’tah. Zaid bin Haritsah wafat, Ja’far langsung mengamankan panji Islam, tanda Islam tidak tunduk pada banyaknya pasukan Romawi. Tangan kanannya terputus, Ja’far hanya peduli pada panji Islam agar terus berkibar. Kibaran panji Islam bukan soal simbol belaka, ada kobaran semangat yang akan mendorong tiga ribu umat Islam yang berjibaku. Giliran tangan kiri Ja’far yang ditebas, sisa tangannya bersusah payah menarik kembali panji Islam agar tetap berkibar. Ja’far wafat dalam kondisi yang mengenaskan, panji dilanjutkan oleh Ibnu Rawahah dan berujung kematian juga untu dirinya. Khalid bin Walid hadir memberi angina segar dan mampu mengusir ratusan ribu pasukan romawi dari Mu’tah. Ja’far merupakan sahabat yang memiliki kapasitas kelas kakap, kemampuan bernegosiasi di hadapan Raja Najasyi berhasil mengamankan puluhan umat Islam di Ethiopia. Saat berduel dengan ped...

Jaminan Dewasa bukan Usia

Masalah dewasa selalu menjadi persoalan di tengah kebingungan orang menentukan standar apa yang harus dipahami. Soal standar dewasa ini memang sangat relatif. Sulit mencari sudut pandang yang objektif, sebab ukuran dewasa seseorang sangat banyak pertimbangannya. Melihat dari sudut satu tidak menutup perbedaan yang terbentang dari sudut pandang satunya. Belum lagi dilihat dari banyak ilmu yang berbicara tentang seperti apa dewasa sebenarnya. Bahkan saat kita mengatakan “masyarakat indonesia belum terlalu dewasa menyikapi masalah” , justru pernyataan itu akan berbalik. Dewasa kah orang yang mengatakan masyarakat belum dewasa? Dalam mata hukum misalnya, secara umum  batas usia seorang dewasa adalah 21 tahun. Tapi dalam undang-undang lainnya menentukan batas usia yang berbeda dalam memandang kedewasaan. Menurut sebagian ahli menyebut batas awal dewasa adalah usia 18 tahun. Sedangkan hukum Islam menyebut seorang baligh adalah dengan ihtilam, tumbuhnya rambut kemaluan dan usia t...

Perempuan Menutup Aurat atau Lelaki Menahan Nafsu?

Polemik patriarki selalu jadi tema pembahasan para feminism. Ada sudut pandang lain yang menurut mereka lelaki terlalu spesial dari perempuan.  Salah satunya soal perintah perempuan harus menutup aurat, lalu dihubungkan dengan soal tindakan kriminal, pemerkosaan dan menjaga kehormatan. Feminism melihat bukan soal perempuan yang harus menutup aurat, tapi lelakilah yang harus menahan nafsu. Dari sinilah perseteruan dimulai! Menurut saya, tidak ada polemik yang perlu diperpanjang, entah siapa yang memulai, tapi pembahasan ini seharusnya selesai sejak kedua titah itu dituliskan. Jika dilanjutkan, akhirnya muncul ribuan pertanyaan. Kenapa perempuan harus bertanggung jawab atas nafsu lelaki? Kenapa perempuan yang harus jaga diri dari lelaki, bukan sebaliknya? Dari pihak lain akan bertanya juga dengan konteksnya.  Menutup aurat itu kewajiban bagi perempuan, begitu juga menahan nafsu wajib bagi lelaki. Ego masing-masing yang membuat perdebatan ini tidak ada endingnya. Ada satu perspek...