Langsung ke konten utama

biarkan karet elastis tapi jangan waktu


banyak peribahasa yang menyatakan kebenaran kebiasaan. seperti bisa karena biasa, biasakanlah maka kamu sempurna menguasainya.
itu memang teruji tapi tidak untuk hal negatif dan perilaku buruk juga, masa ... perbuatan ga baik harus di biasakan. termasuk hal kecil yang sering terjadi di kehidupan sehari-hari kita. itulah jam karet bahasa yang saya gunakan dengan teman-teman seperjuangan untuk menjuluki waktu dan jadwal yang selalu ngaret yang berlawanan dengan jalan jepang yaitu jalannya orang-orang jepang yang sangat disiplin dan cekatan. padahal orang jepang bukan robot mereka manusia biasa tapi koq jalannya cepat, justru bukan jalannya yang cepat tapi ketepatan waktu dan disiplin yang mereka lakukan. karena jalan justru kita lebih cepat karena terburu-buru mengejar waktu karena terlambat.
yaa,, itulah kita, hal kecil tapi berpengaruh besar juga.
sedangkan jam karet kita masih saja disimpan oleh kita-kita sebagai bekal di waktu mendatang katanya,, hahah,, cukup konyol apa yang kita lakukan, not just opini, but in fact.
coba rasakan di setiap harinya dari undangan sampai ajakan lebih dari 50% jam karet menerap disana,  undangan jam 8, datang jam stengah 10, lalu komen koq makanannya udah habisss..
ya iylah orang datng jam 8, ni baru datang itu sering terjadi pada kita..
ngaret dan selalu ngaret,
penerbangan, di tiket di tuliskan jam 7 pagi, ada pengumuman "mohon maaf kapal terbang ada gangguan, penerbang di undur selama 1 jam" gimana ga kesel buat penumpang coba.. dan itu terulang hingga 3 kali, berarti di undur selama 3 jam jadinya berangkat jam 10.. gilaaaa kan. hah.
udahlah, biarkan karet yang bersfat elastis tapi jangan buat waktu kita,. waktu tuh bukan karet..
hilangkan jam karet dari ideologi kita...

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Yahya Sinwar dan Naluri Kepahlawanan Ja’far bin Abi Thalib

  Ja’far bin Abi Thalib turun ke medan perang dengan keberanian, meski ada pesan tak biasa dari Nabi Muhammad bagi pasukan Mu’tah. Zaid bin Haritsah wafat, Ja’far langsung mengamankan panji Islam, tanda Islam tidak tunduk pada banyaknya pasukan Romawi. Tangan kanannya terputus, Ja’far hanya peduli pada panji Islam agar terus berkibar. Kibaran panji Islam bukan soal simbol belaka, ada kobaran semangat yang akan mendorong tiga ribu umat Islam yang berjibaku. Giliran tangan kiri Ja’far yang ditebas, sisa tangannya bersusah payah menarik kembali panji Islam agar tetap berkibar. Ja’far wafat dalam kondisi yang mengenaskan, panji dilanjutkan oleh Ibnu Rawahah dan berujung kematian juga untu dirinya. Khalid bin Walid hadir memberi angina segar dan mampu mengusir ratusan ribu pasukan romawi dari Mu’tah. Ja’far merupakan sahabat yang memiliki kapasitas kelas kakap, kemampuan bernegosiasi di hadapan Raja Najasyi berhasil mengamankan puluhan umat Islam di Ethiopia. Saat berduel dengan ped...

Jaminan Dewasa bukan Usia

Masalah dewasa selalu menjadi persoalan di tengah kebingungan orang menentukan standar apa yang harus dipahami. Soal standar dewasa ini memang sangat relatif. Sulit mencari sudut pandang yang objektif, sebab ukuran dewasa seseorang sangat banyak pertimbangannya. Melihat dari sudut satu tidak menutup perbedaan yang terbentang dari sudut pandang satunya. Belum lagi dilihat dari banyak ilmu yang berbicara tentang seperti apa dewasa sebenarnya. Bahkan saat kita mengatakan “masyarakat indonesia belum terlalu dewasa menyikapi masalah” , justru pernyataan itu akan berbalik. Dewasa kah orang yang mengatakan masyarakat belum dewasa? Dalam mata hukum misalnya, secara umum  batas usia seorang dewasa adalah 21 tahun. Tapi dalam undang-undang lainnya menentukan batas usia yang berbeda dalam memandang kedewasaan. Menurut sebagian ahli menyebut batas awal dewasa adalah usia 18 tahun. Sedangkan hukum Islam menyebut seorang baligh adalah dengan ihtilam, tumbuhnya rambut kemaluan dan usia t...

Perempuan Menutup Aurat atau Lelaki Menahan Nafsu?

Polemik patriarki selalu jadi tema pembahasan para feminism. Ada sudut pandang lain yang menurut mereka lelaki terlalu spesial dari perempuan.  Salah satunya soal perintah perempuan harus menutup aurat, lalu dihubungkan dengan soal tindakan kriminal, pemerkosaan dan menjaga kehormatan. Feminism melihat bukan soal perempuan yang harus menutup aurat, tapi lelakilah yang harus menahan nafsu. Dari sinilah perseteruan dimulai! Menurut saya, tidak ada polemik yang perlu diperpanjang, entah siapa yang memulai, tapi pembahasan ini seharusnya selesai sejak kedua titah itu dituliskan. Jika dilanjutkan, akhirnya muncul ribuan pertanyaan. Kenapa perempuan harus bertanggung jawab atas nafsu lelaki? Kenapa perempuan yang harus jaga diri dari lelaki, bukan sebaliknya? Dari pihak lain akan bertanya juga dengan konteksnya.  Menutup aurat itu kewajiban bagi perempuan, begitu juga menahan nafsu wajib bagi lelaki. Ego masing-masing yang membuat perdebatan ini tidak ada endingnya. Ada satu perspek...